POSKOTA.CO.ID - Peristiwa yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Pasir Tangkil, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, Banten, menjadi polemik nasional setelah orang tua dari seorang siswi kelas 4 diminta untuk mengganti meja dan kursi sekolah yang dianggap rusak akibat ulah sang anak.
AFY, siswi berusia 11 tahun, menjadi pusat perhatian setelah sang ibu, Arta Grace Monica (35), mengungkapkan keberatannya terhadap permintaan pihak sekolah melalui akun media sosial.
Dalam video yang beredar, Arta menegaskan bahwa kondisi meja dan kursi tersebut sudah rusak sejak lama, bahkan sebelum anaknya menggunakannya.
Menurut Arta, permintaan itu disampaikan melalui grup WhatsApp kelas yang berisi dewan guru dan wali murid. Ia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pemaksaan sekaligus mempermalukan anaknya secara tidak langsung.
“Kondisi meja dan kursi memang sebelumnya sudah dalam keadaan rusak. Bahkan kepala sekolah meminta mengganti meja dan kursi lewat grup WhatsApp,” ujar Arta.
Pengorbanan Ekonomi Orang Tua Demi Kelangsungan Belajar Anak
Tidak ingin anaknya terganggu dalam kegiatan belajar karena ketiadaan meja dan kursi, Arta memutuskan untuk membeli perlengkapan tersebut dengan uang pribadinya sebesar Rp400.000. Ia membawanya sendiri dari rumah ke sekolah, menempuh jarak kurang lebih 200 meter.
“Uang Rp400 ribu itu sangat berarti bagi saya, bisa untuk beli beras,” ungkapnya pilu.
Meski beberapa wali murid menawarkan bantuan untuk patungan, Arta menolaknya dengan tegas karena merasa bahwa tanggung jawab atas fasilitas sekolah bukan berada di pundak orang tua murid.
Respon Pemerintah Daerah: Bupati Hasbi Turun Tangan
Kasus ini segera viral di media sosial, memicu simpati masyarakat dan perhatian pemerintah. Bupati Lebak, Moch.
Hasbi Asyidiki Jayabaya, langsung bergerak cepat untuk mengklarifikasi situasi yang dinilainya mencoreng sistem pendidikan di wilayahnya.
Dalam pertemuan langsung dengan Kepala Sekolah SDN 1 Pasir Tangkil, Fifi Siti Rofikoh, Bupati Hasbi menekankan bahwa tidak seharusnya ada pembebanan biaya kepada siswa ataupun wali murid untuk mengganti sarana sekolah yang sudah menjadi tanggung jawab pemerintah melalui anggaran resmi.
“Bukan masalah anak ibu salah atau tidak. Secara anggaran, tidak boleh ada pembebanan biaya kepada murid dan orang tua murid. Itu yang paling penting,” tegas Hasbi sambil memperlihatkan isi grup WhatsApp yang menyinggung permintaan penggantian.
Baca Juga: Masih Simpan Uang Kertas Rupiah Emisi 1979–1982? Cek Syarat dan Cara Tukarnya Sebelum Hangus
Kritik terhadap Etika Komunikasi Sekolah
Hasbi juga menyoroti metode komunikasi pihak sekolah yang dinilai tidak etis. Ia menilai permintaan yang disampaikan melalui grup WhatsApp justru berpotensi mempermalukan anak di hadapan guru dan orang tua lainnya.
“Kalau ada masalah, panggil orang tuanya secara personal. Jangan dibahas di grup. Itu bisa mempermalukan anak dan orang tuanya,” kritik Hasbi.
Sebagai bentuk empati, Bupati memastikan penggantian dana Rp400.000 telah diberikan kepada Arta. Ia juga menegaskan bahwa Dinas Pendidikan telah ditegur dan proses evaluasi internal terhadap sekolah bersangkutan segera dilakukan.
Posisi Hukum dan Regulasi Terkait Pembiayaan Fasilitas Sekolah
Dalam konteks regulasi, sekolah dasar negeri mendapatkan alokasi dana dari pemerintah pusat maupun daerah, termasuk dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dana ini dialokasikan untuk membiayai operasional dan kebutuhan dasar pendidikan, termasuk pemeliharaan fasilitas.
Maka, permintaan kepada orang tua untuk mengganti meja dan kursi, terlebih tanpa bukti kerusakan akibat siswa, bertentangan dengan prinsip penggunaan dana BOS serta peraturan Kementerian Pendidikan yang menegaskan larangan pembebanan biaya apapun kepada siswa di jenjang pendidikan dasar.