POSKOTA.CO.ID - Setiap tanggal 1 Mei, jutaan buruh di berbagai belahan dunia turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day.
Momentum ini tidak hanya menjadi ajang solidaritas antarpekerja, tetapi juga menjadi pendorong utama dalam memperbaiki kondisi kerja, serta berdampak langsung terhadap kinerja buruh secara global.
Menurut laporan The Guardian, dikutip pada Selasa, 29 April 2025 protes Hari Buruh yang digelar di Eropa dan Amerika Utara dalam beberapa tahun terakhir berhasil menekan pemerintah untuk meningkatkan upah minimum dan memperketat regulasi ketenagakerjaan, khususnya pasca-pandemi Covid-19.
Baca Juga: Kawal Kenaikan UMP DKI 2025, Buruh Geruduk Balai Kota
Misalnya, di Prancis dan Jerman, aksi buruh tahun 2023 lalu mendorong pemerintah merevisi kebijakan pensiun dan memperluas perlindungan tenaga kerja informal.
“May Day memiliki efek domino terhadap kebijakan ketenagakerjaan jangka panjang,” kata Sarah O’Connor, analis tenaga kerja dari Financial Times.
“Demonstrasi yang meluas bisa memengaruhi keputusan parlemen, yang pada akhirnya berimbas pada semangat dan produktivitas pekerja," tambahnya.
Kinerja Meningkat Pasca-May Day
Baca Juga: Tampung Aspirasi Buruh, Pemprov DKI Jakarta Hitung UMP Layak Bagi Pekerja
Meski sering diasosiasikan dengan mogok kerja atau penurunan produktivitas harian, riset dari Brookings Institution menunjukkan bahwa efek jangka panjang Hari Buruh justru positif.
Negara-negara dengan peringatan May Day yang kuat cenderung memiliki sistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan stabil, yang berujung pada peningkatan loyalitas dan output buruh.
Di negara berkembang seperti Bangladesh dan Kenya, Hari Buruh dimanfaatkan untuk menyuarakan hak atas keselamatan kerja, terutama di sektor tekstil dan konstruksi.