Galbay Pinjol Bukan Sekadar Masalah Utang, Ini Efek Domino yang Mengintai

Rabu 30 Apr 2025, 07:52 WIB
Ini resiko galbay pinjol (Sumber: Pinterest)

Ini resiko galbay pinjol (Sumber: Pinterest)

POSKOTA.CO.ID - Kemudahan akses layanan pinjaman daring (pinjol) telah menjadi solusi cepat bagi masyarakat yang membutuhkan dana darurat.

Namun, kemudahan ini membawa konsekuensi besar ketika pengguna lalai dalam mengelola utang. Fenomena gagal bayar pinjaman online (galbay) kian marak terjadi di tengah gejolak ekonomi yang belum stabil.

Teknologi finansial atau fintech memang menghadirkan revolusi dalam sektor keuangan. Dengan prosedur yang minim syarat dan tanpa jaminan, siapa pun kini dapat mengakses pembiayaan dalam waktu singkat.

Meski demikian, kemudahan tersebut menyimpan risiko tersembunyi terutama bagi mereka yang tidak memahami tanggung jawab dan kewajiban dalam proses peminjaman.

Baca Juga: Dembele Jadi Penentu Kemenangan PSG atas Arsenal, Namun Diragukan Tampil di Leg Kedua Semifinal Liga Champions

Kemudahan Pinjaman Daring dan Risiko Tersembunyi

Transformasi digital dalam industri keuangan membawa dampak positif dalam inklusi keuangan. Layanan peer-to-peer lending (P2P lending) seperti pinjol memungkinkan individu mendapatkan dana tanpa harus melalui lembaga perbankan tradisional yang prosedurnya lebih ketat.

Namun, dengan semakin mudahnya mengakses dana, meningkat pula potensi risiko gagal bayar. Hal ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti keterbatasan finansial, kurangnya perencanaan anggaran, dan minimnya pemahaman terhadap bunga dan denda keterlambatan.

Ketika seseorang gagal membayar kewajiban pinjamannya tepat waktu, situasi ini bisa berkembang menjadi kredit macet (non-performing loan).

Dalam konteks pinjaman online, hal ini tidak hanya berdampak pada kondisi keuangan pribadi, tetapi juga pada reputasi kredit dan psikologis pengguna.

Gagal Bayar: Bukan Sekadar Tak Mampu Membayar

Ketua ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, menegaskan bahwa risiko gagal bayar pinjaman online jauh lebih besar dari yang dibayangkan.

Dalam sebuah diskusi yang disiarkan melalui podcast FintechVerse 360kredi, ia mengungkap bahwa konsekuensi galbay tidak hanya berupa denda berbunga tinggi, tetapi juga tekanan mental hingga jeratan hukum.

“Kalau memang berniat gagal bayar, sampai diniatkan seperti itu, ini ada risiko hukumnya,” jelas Indriyatno. Ia juga menyayangkan maraknya konten viral di media sosial yang justru mempromosikan narasi gagal bayar sebagai bentuk ‘perlawanan’ terhadap fintech.

Konten negatif seperti ini bisa menyesatkan pengguna baru yang belum memahami risiko finansial dan hukum yang menyertai galbay. Oleh karena itu, menurutnya, perlu ada upaya edukasi finansial yang lebih masif dan konsisten untuk menanggulangi penyebaran informasi yang menyesatkan.

Penurunan Skor Kredit SLIK OJK: Dampak Jangka Panjang

Salah satu dampak nyata dari gagal bayar pinjaman online adalah tercorengnya catatan skor kredit pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Rekam jejak kredit yang buruk akan mempersulit pengguna ketika hendak mengajukan pembiayaan di masa depan, baik untuk pembelian kendaraan, rumah, hingga pinjaman usaha.

Indriyatno mengingatkan bahwa pinjaman yang tidak dibayar akan terus tercatat dalam sistem SLIK OJK. Bahkan, skor kredit buruk juga bisa memengaruhi aspek sosial lain seperti kesulitan mendapatkan pekerjaan, atau bahkan stigma dalam hubungan sosial.

Hal ini diamini oleh Direktur Komersial IdScore, Wahyu Trenggono, yang menyebut bahwa menjaga skor kredit menjadi tanggung jawab pribadi yang harus disadari sejak awal. “Credit scoring harus kita jaga, karena dampaknya sangat luas.

Nanti tak bisa dapat kerja, susah cari kerja, cari jodoh juga susah kalau nilainya jelek,” ujar Wahyu dalam sebuah workshop AFPI yang digelar di Bandung.

Statistik Terbaru: Kredit Macet Meningkat, Pinjol Terus Tumbuh

Mengacu pada laporan Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK bulan April 2025, total pembiayaan yang disalurkan oleh industri P2P lending hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp87 triliun. Ini menunjukkan pertumbuhan tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 31,6%.

Namun, pertumbuhan ini juga dibarengi dengan peningkatan rasio kredit macet atau Tingkat Wanprestasi di atas 90 hari (TWP90). Pada Februari 2025, rasio TWP90 tercatat sebesar 2,78%, meningkat dibandingkan Januari yang sebesar 2,52%.

Angka ini menjadi sinyal penting bagi industri dan regulator bahwa peningkatan penggunaan layanan pinjol harus dibarengi dengan penguatan literasi keuangan masyarakat.

Tanpa pemahaman yang memadai, pengguna cenderung terjebak dalam utang konsumtif yang tidak terkontrol.

Risiko Psikologis dan Hukum: Kombinasi Berbahaya

Selain kerugian finansial, beban psikologis menjadi risiko nyata bagi individu yang mengalami gagal bayar. Kecemasan, stres, bahkan depresi bisa muncul akibat tekanan dari penagih utang, baik dari sistem otomatis maupun dari debt collector.

Di sisi lain, beberapa penyedia layanan pinjol ilegal bahkan menggunakan metode penagihan yang tidak sesuai dengan etika dan hukum, seperti intimidasi, doxing, hingga penyebaran data pribadi ke pihak ketiga. Praktik ini tentu meresahkan masyarakat dan menjadi tantangan serius bagi otoritas pengawas.

Adapun dalam kasus pinjaman dari fintech yang legal dan terdaftar di OJK, gagal bayar tetap dapat berujung pada proses hukum apabila ada indikasi wanprestasi yang disengaja atau penggelapan data saat proses pengajuan.

Baca Juga: Siap-Siap! Inilah Tahapan Penagihan saat Gagal Bayar Pinjol, Pengamat Peringatkan Ini

Cara Menghindari Risiko Gagal Bayar

Agar tidak terjerat dalam fenomena galbay, masyarakat disarankan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang, khususnya pinjaman digital. Beberapa langkah preventif yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Cek legalitas penyedia pinjaman melalui daftar resmi OJK.
  2. Pelajari struktur bunga dan denda keterlambatan secara mendalam sebelum menyetujui pinjaman.
  3. Jangan pinjam melebihi kapasitas pembayaran bulanan.
  4. Catat tanggal jatuh tempo dan pastikan dana tersedia sebelum waktu tersebut.
  5. Jaga skor kredit dengan tidak menunggak.
  6. Segera hubungi penyedia pinjaman jika mengalami kendala pembayaran, untuk mencari solusi restrukturisasi.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, risiko galbay bisa ditekan, dan stabilitas finansial pribadi dapat tetap terjaga.

Fenomena gagal bayar pinjaman online bukanlah isu sepele. Di balik kemudahan yang ditawarkan teknologi finansial, terdapat tanggung jawab besar yang harus dipahami setiap pengguna.

Gagal bayar bukan hanya berdampak pada keuangan pribadi, tetapi juga menyentuh aspek sosial, psikologis, dan bahkan hukum.

Penting bagi masyarakat untuk terus meningkatkan literasi keuangan digital agar mampu memanfaatkan layanan pinjaman daring secara bijak dan bertanggung jawab.

Edukasi yang berkelanjutan, dukungan kebijakan dari regulator, serta kehati-hatian dari individu, menjadi fondasi utama untuk membangun ekosistem pinjol yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia.

Berita Terkait

News Update