Viral Siswa Nakal Dikirim ke Barak Militer, Ternyata Sesuai Persetujuan Orang Tua

Selasa 29 Apr 2025, 13:09 WIB
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan penjelasan kepada media terkait program pembinaan siswa bermasalah di barak militer, Bandung, 27 April 2025. (Sumber: Instagram/Dedi Mulyadi)

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan penjelasan kepada media terkait program pembinaan siswa bermasalah di barak militer, Bandung, 27 April 2025. (Sumber: Instagram/Dedi Mulyadi)

Gubernur Dedi Mulyadi menilai pendekatan militeristik ini diperlukan sebagai langkah drastis menanggulangi kenakalan remaja yang kian marak. Program ini akan diterapkan mulai 2 Mei 2025 di wilayah-wilayah yang dinilai rawan terhadap pergaulan bebas, kekerasan antarpelajar, dan aktivitas geng motor.

"Ini bukan hukuman, melainkan pendidikan karakter dalam bentuk yang lebih terstruktur. Kami bekerja sama dengan TNI dan Polri, dan tidak serta-merta diterapkan di seluruh kabupaten/kota. Kami mulai secara bertahap,” ujar Dedi dalam konferensi pers yang digelar di Bandung pada 27 April 2025.

Ia menjelaskan bahwa siswa yang dipilih akan mengikuti pembinaan selama enam bulan penuh, tanpa mengikuti kegiatan sekolah formal. TNI akan bertanggung jawab atas pengawasan dan proses pembinaan selama program berlangsung.

“Petugas TNI akan menjemput siswa langsung ke rumah. Orang tua sudah menyetujui, jadi tidak ada unsur paksaan,” imbuhnya.

Respons dan Kontroversi di Masyarakat

Kebijakan ini memicu perdebatan luas di kalangan pemerhati pendidikan, psikolog, serta aktivis perlindungan anak. Beberapa pihak menyambut baik inisiatif tersebut karena dianggap mampu menjadi solusi atas kenakalan remaja yang seringkali tidak dapat ditangani oleh lembaga pendidikan formal.

Namun, tak sedikit pula yang mengkhawatirkan potensi pelanggaran hak anak, terutama jika program ini tidak dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat dan transparan.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, mengingatkan bahwa pendidikan karakter seharusnya lebih menekankan pendekatan humanistik, bukan militeristik.

Baca Juga: Viral Ormas Palak Jatah Miras Gratis ke Warung di Purbalingga

Perspektif Hukum: Harus Ada Dasar Regulasi

Pakar hukum pendidikan dari Universitas Padjadjaran, Dr. Iwan Suryadi, menegaskan pentingnya dasar hukum yang jelas dalam pelaksanaan program ini.

“Jika program ini melibatkan siswa untuk menjalani pendidikan non-formal selama enam bulan, maka harus ada regulasi yang mendukung. Tidak boleh ada pelanggaran terhadap hak memperoleh pendidikan formal,” jelasnya.

Iwan juga menekankan perlunya evaluasi berkala oleh lembaga independen untuk memastikan bahwa pembinaan tidak mengarah pada kekerasan atau praktik pelanggaran HAM.

Harapan Jangka Panjang

Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengklaim bahwa program ini akan menjadi model nasional jika sukses diterapkan.

Berita Terkait

News Update