POSKOTA.CO.ID - Di tengah dinamika perceraian yang ramai diberitakan antara Paula Verhoeven dan Baim Wong, publik kembali dikejutkan dengan beredarnya sebuah rekaman suara yang diduga berisi percakapan keduanya.
Rekaman ini mencuat ke media sosial tanpa sepengetahuan Paula Verhoeven, menimbulkan polemik baru mengenai privasi dan perlindungan hukum atas data pribadi.
Kuasa hukum Paula Verhoeven, dalam pernyataan resminya, menyoroti aspek penting dari isu ini, yaitu terkait dengan consent atau persetujuan dalam perekaman dan penyebaran materi pribadi.
Pentingnya Persetujuan dalam Pengambilan Rekaman
Seperti diungkapkan melalui kanal YouTube Intens Investigasi, kuasa hukum Paula Verhoeven menegaskan bahwa setiap bentuk pengambilan gambar, video, ataupun rekaman suara harus didasarkan pada persetujuan dari semua pihak yang terlibat.
"Dari rekaman yang beredar, itu consent enggak dari Ibu Paula, consent juga tidak dari anak-anak. Pertanyaan mendasarnya di situ," ujar kuasa hukum Paula Verhoeven.
Menurutnya, dalam konteks hukum Indonesia, khususnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta peraturan tentang perlindungan data pribadi, pengambilan atau penyebaran rekaman tanpa persetujuan jelas merupakan pelanggaran hak individu.
Apa Itu Consent?
Consent atau persetujuan merupakan izin sukarela yang diberikan seseorang untuk suatu tindakan atau penggunaan informasi yang berkaitan dengan dirinya. Dalam konteks hukum privasi, consent harus:
- Diberikan secara bebas tanpa paksaan.
- Memiliki pemahaman penuh tentang untuk apa data tersebut digunakan.
- Bisa dicabut kapan saja oleh individu yang bersangkutan.
Tanpa adanya persetujuan eksplisit, setiap tindakan merekam, menyimpan, atau menyebarluaskan informasi pribadi dapat digolongkan sebagai tindakan melawan hukum.
Rekaman Suara Sebagai Alat Kontrol?
Isu ini menjadi semakin kompleks setelah beredar spekulasi bahwa rekaman suara tersebut digunakan sebagai alat kontrol dalam hubungan rumah tangga Baim Wong dan Paula Verhoeven.
Menurut pernyataan tambahan dari kuasa hukum, dugaan bahwa rekaman dipakai untuk tujuan manipulasi atau tekanan emosional, jika benar, bisa masuk ke ranah pelanggaran hukum dan kekerasan berbasis teknologi.
Aspek ini membuka diskusi lebih luas mengenai kekerasan digital dalam hubungan personal, sebuah topik yang belakangan menjadi perhatian dalam advokasi hak-hak perempuan dan perlindungan korban kekerasan berbasis siber.
Dampak Kebocoran Rekaman terhadap Hak Pribadi
Dalam perkara ini, kebocoran rekaman tidak hanya menyentuh sisi etika, melainkan juga berimplikasi pada pelanggaran hak konstitusional seseorang atas perlindungan privasi.
Setiap individu, menurut hukum yang berlaku di Indonesia, berhak atas:
- Perlindungan terhadap data pribadi.
- Kerahasiaan komunikasi.
- Kebebasan dari penyebaran informasi pribadi tanpa izin.
Bocornya rekaman suara antara Paula dan Baim tanpa consent memperlihatkan betapa rentannya hak tersebut jika tidak diikuti dengan kesadaran hukum dan etika penggunaan data.
Aspek Hukum yang Terlibat
Dalam kasus ini, beberapa dasar hukum yang bisa menjadi rujukan antara lain:
- UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP), yang mengatur prinsip persetujuan dalam pengelolaan data pribadi.
- UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), beserta perubahannya, yang melindungi hak atas komunikasi pribadi dan mengatur ancaman pidana bagi pelanggaran tersebut.
- KUHP Pasal 310 dan 311 mengenai pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini bisa berujung pada tuntutan hukum, baik perdata maupun pidana, bergantung pada kerugian yang ditimbulkan dan bukti yang tersedia.
Baca Juga: Apa Hubungan Ibu Tarwiyah dan Aura Cinta? Ternyata Terungkap di Tengah Aksi Protes ke Dedi Mulyadi
Edukasi Publik tentang Consent dan Privasi
Kasus Paula Verhoeven dan Baim Wong ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan literasi masyarakat tentang pentingnya persetujuan dalam konteks privasi.
Kesadaran bahwa setiap data pribadi harus dikelola dengan prinsip suka rela, transparansi, dan keamanan menjadi sangat vital di era digital.
Bukan hanya figur publik, tetapi semua individu berhak dan wajib memahami hak-hak privasinya untuk menghindari eksploitasi, penyalahgunaan, maupun bentuk kekerasan digital lainnya.
Perselisihan hukum yang melibatkan bocornya rekaman suara antara Paula Verhoeven dan Baim Wong bukan sekadar urusan pribadi, melainkan refleksi dari pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam era digital.
Setiap pihak, baik dalam hubungan personal maupun profesional, harus menjunjung tinggi prinsip persetujuan (consent) dalam setiap interaksi yang melibatkan data pribadi.
Diharapkan, kasus ini mendorong pembaruan dalam kesadaran publik tentang pentingnya privasi, serta mendorong pelaksanaan undang-undang perlindungan data pribadi secara lebih tegas.