POSKOTA.CO.ID - Dalam sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia, nama-nama besar seperti Soekarno dan Hatta sering disebut.
Namun, di balik gemuruh pertempuran dan rapat-rapat pergerakan, ada sosok-sosok perempuan tangguh yang turut andil dalam membentuk masa depan bangsa.
Pemerintah Indonesia telah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sejumlah tokoh perempuan yang berjuang dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga medan perang.
Baca Juga: Peringatan Hari Kartini, Menyelami Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia
Berikut ini adalah tujuh pahlawan nasional perempuan yang kisahnya menggugah dan patut dikenang oleh generasi masa kini.

1. Raden Ajeng Kartini – Pelopor Emansipasi Wanita
Lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Kartini tumbuh dalam keluarga bangsawan Jawa yang kental dengan tradisi feodal. Di tengah keterbatasan akses perempuan terhadap pendidikan, Kartini memperjuangkan hak perempuan untuk belajar dan berpikir bebas.
Melalui surat-suratnya kepada sahabat-sahabat di Belanda, Kartini menuangkan gagasan tentang kesetaraan gender dan pentingnya pendidikan bagi perempuan.
Setelah wafat di usia muda, pemikiran Kartini dibukukan dalam “Habis Gelap Terbitlah Terang”, yang menjadi inspirasi perjuangan kaum perempuan hingga saat ini.

2. Cut Nyak Dhien – Panglima Perempuan dari Aceh
Cut Nyak Dhien lahir sekitar tahun 1848 di Aceh Besar. Ia dikenal sebagai perempuan pemberani yang memimpin pasukan melawan Belanda setelah suaminya, Teuku Umar, gugur dalam perang.
Dengan semangat pantang menyerah, ia terus memimpin perjuangan gerilya di pegunungan Aceh.
Meski akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Sumedang hingga wafat, perjuangan Cut Nyak Dhien dikenang sebagai simbol keberanian perempuan dalam medan perang.

3. Cut Nyak Meutia – Sang Pejuang Gerilya
Berbeda namun sejalan dengan Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia juga berasal dari Aceh dan aktif dalam perlawanan terhadap penjajah. Setelah suaminya, Teuku Cik Tunong, dieksekusi oleh Belanda, ia meneruskan perjuangan dengan memimpin pasukan gerilya bersama Pang Nanggroe.
Ia gugur dalam pertempuran pada tahun 1910. Keberaniannya menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya berdiri di belakang layar, tapi juga di garis depan perjuangan.

4. Dewi Sartika – Pelopor Pendidikan Perempuan Sunda
Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 di Bandung. Ia merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan di tanah Sunda. Pada tahun 1904, Dewi Sartika mendirikan “Sekolah Istri”, sekolah pertama untuk perempuan pribumi di Hindia Belanda.
Dengan tekad kuat, ia memperluas sekolahnya ke berbagai daerah. Melalui pendidikan, Dewi Sartika membuka jalan bagi perempuan untuk memiliki masa depan yang mandiri dan berdaya.

5. Maria Walanda Maramis – Tokoh Perempuan Minahasa yang Visioner
Maria Walanda Maramis lahir pada 1 Desember 1872 di Minahasa, Sulawesi Utara. Ia memperjuangkan hak-hak perempuan melalui jalur organisasi dan pendidikan.
Ia mendirikan “Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya” (PIKAT) yang fokus pada peningkatan kesejahteraan dan peran perempuan dalam masyarakat.
Melalui tulisannya di media massa, ia menyerukan pentingnya perempuan untuk terlibat dalam pembangunan bangsa, termasuk dalam bidang politik dan sosial.

6. Martha Christina Tiahahu – Pejuang Belia dari Maluku
Lahir di Nusa Laut, Maluku, pada 4 Januari 1800, Martha Christina Tiahahu sudah ikut dalam perlawanan sejak usia 17 tahun bersama ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu. Ia dikenal gagah berani, bahkan ikut mengangkat senjata dalam perang Pattimura melawan Belanda.
Setelah tertangkap dan diasingkan ke Jawa, ia menolak makan dan akhirnya wafat di kapal Belanda pada usia 18 tahun. Semangat juangnya tetap dikenang sebagai lambang keberanian perempuan muda.

7. Rasuna Said – Orator Ulung dan Politisi Ulama
Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Maninjau, Sumatra Barat. Ia aktif di bidang pendidikan dan politik. Sebagai satu-satunya perempuan dalam kelompok "Pahlawan Nasional Revolusi", Rasuna Said dikenal karena orasinya yang lantang menentang penjajahan dan ketidakadilan terhadap perempuan.
Ia sempat dipenjara oleh Belanda karena pidato-pidatonya, namun tak membuatnya gentar.
Setelah kemerdekaan, ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan memperjuangkan hak perempuan di parlemen.
Baca Juga: Senin 21 April 2025 Diperingati Sebagai Hari Kartini, Simak Sejarahnya di Sini!
Perjuangan mereka menunjukkan bahwa perempuan Indonesia tidak hanya menjadi pendamping, tapi juga pejuang, pemikir, dan penggerak bangsa.
Di Hari Kartini dan sepanjang tahun, kisah mereka menjadi pengingat bahwa perjuangan belum usai. Sekaligus semangat mereka tetap hidup dalam langkah generasi penerus.