Mas Ajeng Ngasirah: Kisah Ibunda RA Kartini yang Terlupakan di Balik Semangat Emansipasi

Senin 21 Apr 2025, 12:42 WIB
Kisah Mas Ajeng Ngasirah, sosok di balik Raden Ajeng Kartini memperjuangkan emansipasi. (Sumber: Dok Arsip Nasional)

Kisah Mas Ajeng Ngasirah, sosok di balik Raden Ajeng Kartini memperjuangkan emansipasi. (Sumber: Dok Arsip Nasional)

Anak-anaknya pun diwajibkan memanggilnya dengan sebutan "hiu", sebutan yang diperuntukkan bagi perempuan abdi dalem.

Sebaliknya, Ngasirah harus menyebut anak-anaknya dengan panggilan "Doro", sebutan bagi majikan.

Meski begitu, Kartini lebih memilih tinggal bersama ibunya di bagian belakang pendopo, dan menolak memanggilnya dengan panggilan feodal.

Kartini bahkan sempat menolak lamaran pernikahan jika ibunya tidak diperbolehkan masuk ke dalam pendopo.

Hal ini menunjukkan kecintaannya yang dalam kepada sang ibu dan semangat melawan diskriminasi, bahkan sejak dalam keluarga sendiri.

Menentang Ketidakadilan dan Poligami

Kondisi ibunya yang menjadi korban sistem poligami dan stratifikasi sosial kolonial membentuk pemikiran Kartini tentang ketidakadilan terhadap perempuan.

Dalam suratnya kepada sahabat pena Stella Zeehandelaar, Kartini dengan tegas menolak poligami.

"Bagaimana saya bisa menghormati seseorang yang sudah kawin dan menjadi ayah, kemudian jika bosan, dapat membawa perempuan lain ke rumah dan mengawininya secara sah?" tulis Kartini dalam salah satu suratnya.

Pernikahan dengan Bupati Rembang

Pada November 1903, Kartini menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang. Ketika itu, ia berusia 24 tahun, sedangkan suaminya sudah memiliki tujuh anak dan dua selir.

Bahkan, anak tertua Joyodiningrat hanya berjarak delapan tahun dari Kartini.

Kartini tidak menerima lamaran itu begitu saja. Ia mengajukan beberapa syarat, salah satunya adalah agar ibunya, Ngasirah, diizinkan tinggal di pendopo.

Syarat lain, Kartini ingin membuka sekolah untuk anak perempuan, serta menolak upacara pernikahan yang merendahkan perempuan seperti berjalan jongkok, berlutut, atau menyembah kaki mempelai pria.

Berita Terkait

News Update