POSKOTA.CO.ID - Setiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.
Nama R.A. Kartini yang begitu dikenal menyimpan makna khusus, terutama pada gelar "RA" yang melekat padanya.
Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya arti gelar RA, dan bagaimana perbedaannya dengan gelar seperti Raden Ayu atau Raden lainnya?
Baca Juga: 21 April Diperingati Hari Kartini, Begini Sejarah dan Perannya di Era Kemerdekaan
Makna Gelar RA pada R.A. Kartini
Gelar RA pada R.A. Kartini merujuk pada "Raden Ajeng," sebuah gelar kebangsawanan yang diberikan kepada perempuan Jawa dari kalangan priyayi atau bangsawan yang belum menikah.
Dalam budaya Jawa, gelar ini menunjukkan status sosial yang tinggi, biasanya diberikan kepada putri seorang bupati atau pejabat tinggi lainnya.
Kartini, yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, adalah putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosrodiningrat, Bupati Jepara. Karena statusnya sebagai anak bupati dan belum menikah saat itu, ia berhak menyandang gelar Raden Ajeng.
Gelar RA tidak hanya mencerminkan status sosial, tetapi juga menandakan bahwa pemilik gelar tersebut memiliki tanggung jawab untuk menjaga martabat keluarga bangsawan.
Kartini, dengan gelar Raden Ajeng, dikenal sebagai sosok yang tidak hanya menghormati tradisi, tetapi juga berani menentang norma yang membatasi perempuan pada masanya.
Baca Juga: 10 Kutipan RA Kartini yang Membangkitkan Semangat Perempuan Indonesia pada Masanya
Perbedaan RA dengan Raden Ayu dan Gelar Raden Lainnya
Selain Raden Ajeng, terdapat gelar lain dalam budaya Jawa seperti Raden Ayu dan Raden yang sering kali membingungkan.
Raden Ayu adalah gelar yang diberikan kepada perempuan bangsawan yang telah menikah dengan seorang pria berkedudukan tinggi, seperti bupati atau pejabat setara.
Gelar ini menunjukkan status perempuan sebagai istri resmi dari seorang bangsawan. Misalnya, jika Kartini menikah dengan seorang bupati, ia kemungkinan akan berganti gelar menjadi Raden Ayu.

Sementara itu, gelar Raden digunakan untuk laki-laki bangsawan, baik yang belum maupun sudah menikah.
Gelar ini setara dengan Raden Ajeng untuk perempuan, tetapi tidak memiliki tambahan seperti "Ajeng" atau "Ayu" yang menunjukkan status pernikahan.
Perbedaan utama antara gelar-gelar ini terletak pada jenis kelamin dan status pernikahan, serta konteks penggunaannya dalam hierarki sosial Jawa.
Kartini sendiri akhirnya menikah pada tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang.
Setelah pernikahan, ia seharusnya menyandang gelar Raden Ayu, tetapi nama R.A. Kartini tetap melekat di hati masyarakat karena perjuangannya sebagai Raden Ajeng yang menulis surat-surat inspiratif tentang emansipasi.
Mengapa Hari Kartini Diperingati pada 21 April?
Hari Kartini diperingati setiap 21 April untuk memperingati hari kelahiran R.A. Kartini. Peringatan ini resmi ditetapkan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964.
Tanggal ini dipilih sebagai simbol penghormatan terhadap perjuangan Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan pendidikan bagi perempuan.
Hari Kartini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga pengingat akan pentingnya terus memperjuangkan hak-hak perempuan di berbagai bidang.
Setiap tahun, Hari Kartini dirayakan dengan berbagai kegiatan, seperti seminar, lomba menulis, dan pameran yang mengangkat tema emansipasi dan pemberdayaan perempuan.
Peringatan ini juga menjadi momen untuk merefleksikan sejauh mana gagasan Kartini telah terwujud dalam kehidupan modern, sekaligus mengidentifikasi tantangan yang masih dihadapi perempuan Indonesia.