“Sering dikatakan tinggi rendahnya tingkat kemajuan suatu masyarakat ditetapkan oleh tinggi rendahnya tingkat kedudukan wanita di dalam masyarakat itu. Semakin memuliakan wanita dan banyak wanita mulia, negara kian jaya.”
-Harmoko-
Banyak kata mutiara yang diungkapkan para raja, kaisar, presiden, negarawan dan tokoh hebat dunia tentang sosok wanita.
Di antaranya menyebutkan bahwa wanita (perempuan) memiliki kekuatan hebat yang dapat menumbuhkan dan meruntuhkan dunia. Jika dua kekuatan (pria dan wanita) disatukan akan menjadi kekuatan yang semakin dahsyat.
Makna yang hendak kami sampaikan adalah keduanya memiliki kesetaraan, tak ada yang yang harus dominan berada di depan, atau selalu di belakang, tetapi hendaknya selalu berdampingan, seiring sejalan.
Itu pula hendaknya dalam membangun bangsa, menempatkan keduanya dalam porsi yang sama pentingnya, tanpa pengecualian, tanpa diskriminasi, tanpa pula beda perlakuan dan penghargaan.
Agama apa pun mengajarkan, perbedaan manusia di hadapan Sang Pencipta bukan karena status sosial ekonominya. Bukan karena hartanya, bukan kedudukannya, bukan pula pangkat dan jabatannya dan latar belakang statusnya, tetapi ketakwaannya.
Ada keinsafan dan kesadaran diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang utama adalah tingkat pengabdian kepada bangsa dan negara yang diikuti adanya kepatuhan kepada segala norma yang berlaku di negeri kita.
Melanggar norma berarti bentuk ketidaktaatan kepada peraturan perundang-undangan yang diciptakan oleh negara. Di era kini bukan saatnya lagi membedakan perlakuan terhadap perempuan.
Terlebih undang – undang telah mengamanatkan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan sebagaimana tertuang dalam UU No 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.