Laporan kepolisian yang sudah diterima menjadi langkah awal untuk penanganan kasus secara hukum. Namun, aparat harus bekerja cepat dan profesional agar korban merasa terlindungi dan tidak mengalami reviktimisasi.
Pemeriksaan terhadap bukti video, rekaman CCTV, dan jejak digital seperti pesan WhatsApp harus dilakukan secara forensik.
Pendampingan hukum dan psikologis kepada korban juga sangat penting. Dalam kasus dugaan pelecehan oleh tenaga medis, korban sering kali mengalami trauma ganda: trauma fisik dan trauma karena dikhianati oleh figur profesional yang seharusnya dipercaya.
Peran Komnas Perempuan, LPSK, dan lembaga advokasi lainnya sangat krusial dalam memberikan perlindungan hukum dan psikis kepada korban maupun saksi.
Tuntutan Reformasi dan Pengawasan Klinis
Kasus ini menunjukkan bahwa praktik dokter di luar rumah sakit besar sering luput dari pengawasan ketat. Klinik kecil, terutama yang bersifat swasta dan dikelola mandiri, sering kali tidak memiliki pengawasan langsung dari dinas kesehatan setempat secara berkala.
Inilah yang membuka celah bagi terjadinya praktik tak profesional dan bahkan kriminal.
Oleh karena itu, perlu reformasi sistem pengawasan klinik dan praktek mandiri, termasuk:
- Audit berkala oleh dinas kesehatan
- Sertifikasi ulang etika profesi
- Wajib pasang kamera pengawas (CCTV) di ruang pemeriksaan
- Saluran pelaporan anonim untuk pasien
Dugaan pelecehan oleh dokter kandungan di Garut bukan hanya kasus pidana, namun juga merupakan peringatan bagi sistem kesehatan Indonesia untuk memperkuat pengawasan etik, perlindungan pasien, serta akuntabilitas profesi.
Dengan bukti yang telah beredar luas dan keberanian pasien untuk bersuara, kini saatnya semua pemangku kepentingan bertindak tegas agar kepercayaan masyarakat terhadap layanan medis tidak hancur.