Tetapi studi baru menunjukkan bahwa penafsiran ini mungkin telah dipengaruhi oleh persepsi modern tentang jenis kelamin dan keluarga, tanpa didasarkan pada bukti ilmiah yang akurat.
Ragam genetik di Pompeii
Selain mengoreksi asumsi tentang hubungan keluarga, penelitian tersebut menegaskan bahwa populasi Pompeii beragam secara genetik, dengan analisis DNA menunjukkan bahwa beberapa korban berasal dari Mediterania Timur, yang menegaskan sifat multikultural Kekaisaran Romawi saat itu.
Pentingnya integrasi antara arkeologi dan genetika
Studi ini menyoroti pentingnya menggabungkan analisis genetik dengan bukti arkeologi dan sejarah untuk menghindari salah tafsir berdasarkan asumsi modern.
"Temuan ini menunjukkan betapa pentingnya menggunakan data genetik untuk memberikan gambaran yang lebih akurat tentang masa lalu, bebas dari bias budaya kontemporer," kata ahli genetika Alissa Mitnick, salah satu penulis studi dari Institut Max Planck dan Universitas Harvard.
Di sisi lain, penelitian menunjukkan bahwa beberapa gips korban mungkin telah dimodifikasi dalam cara yang ditampilkan di museum.
Para peneliti meyakini bahwa beberapa pose mungkin telah direkonstruksi agar selaras dengan narasi sejarah tertentu, yang mungkin berkontribusi terhadap berlanjutnya kesalahpahaman tentang sifat hubungan antara para korban.
Ahli biologi evolusi Carles Laluesa-Fox, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengomentari temuan tersebut, dengan mengatakan, "Kesalahan dalam hal jenis kelamin dan identitas bukanlah hal yang jarang terjadi dalam arkeologi, karena kita melihat masa lalu melalui sudut pandang budaya kita saat ini, yang dapat menyebabkan distorsi pada beberapa fakta."
Dia juga menanggapi ihwal penemuan pria yang mengenakan gelang emas sedang mencoba menyelamatkan seorang anak yang tidak memiliki hubungan genetik.
Menurutnya, hal tersebut membuka pemahaman yang lebih luas tentang interaksi sosial dan budaya di Pompeii, yang melebihi pandangan terdahulu tentang ikatan keluarga.