Hari raya adalah hari yang penuh dengan kegembiraan. Karenanya, dianjurkan untuk saling memberikan selamat atas kebahagiaan yang diraih.
Di antara dalil kesunnahannya adalah beberapa hadits yang disampaikan al-Baihaqi. Meski tergolong lemah sanad, tapi dapat jadi pijakan untuk persoalan ucapan hari raya yang berkaitan dengan keutamaan amal ini.
Dalil lainnya adalah dalil-dalil umum mengenai anjuran bersyukur saat mendapat nikmat atau terhindari dari bahaya, seperti disyariatkannya sujud syukur.
Tidak ada aturan baku mengenai redaksi ucapan selamat Idul Fitri. Misalnya “taqabbala allâhu minnâ wa minkum”, “kullu ‘âmin wa antum bi khair”, “minal aidin wa al-faizin”, dan lain sebagainya.
وَأَجَابَ الشِّهَابُ ابْنُ حَجَرٍ بَعْدَ اطِّلَاعِهِ عَلَى ذَلِكَ بِأَنَّهَا مَشْرُوعَةٌ وَاحْتَجَّ لَهُ بِأَنَّ الْبَيْهَقِيَّ عَقَدَ لِذَلِكَ بَابًا فَقَالَ بَابُ مَا رُوِيَ فِي قَوْلِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ فِي الْعِيدِ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَسَاقَ مَا ذَكَرَهُ مِنْ أَخْبَارٍ وَآثَارٍ ضَعِيفَةٍ لَكِنَّ مَجْمُوعَهَا يُحْتَجُّ بِهِ فِي مِثْلِ ذَلِكَ
“Al-Syihab Ibnu Hajar setelah menelaah hal tersebut menjawab bahwa tahniah disyariatkan. Beliau berargumen bahwa al-Baihaqi membuat bab tersendiri tentang tahniah, beliau berkata; bab riwayat tentang ucapan manusia satu kepada lainnya saat hari raya; semoga Allah menerima kami dan kalian;.
Ibnu Hajar menyebutkan statemen al-Baihaqi tentang hadits-hadits dan ucapan para sahabat yang lemah (riwayatnya), akan tetapi rangkain dalil-dalil tersebut bisa dibuat argumen dalam urusan sejenis tahniah ini”.