JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Masjid Al Makmur, yang terletak di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga cagar budaya yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Jakarta.
Masjid Al Makmur, yang juga dikenal sebagai Masjid Raden Saleh Cikini, didirikan pada 1890 oleh maestro pelukis Indonesia, Raden Saleh Syarif Bustaman.
Awalnya, masjid ini hanyalah sebuah surau sederhana yang berada di kediaman luas Raden Saleh, yang membentang dari Cikini hingga Tugu Tani.
Setelah Raden Saleh wafat, kepemilikan masjid berpindah tangan hingga akhirnya dibeli oleh yayasan milik pemerintah kolonial Belanda, Koningen Emma Ziekenhuis. Dikutip dari laman Islamic Center, yayasan ini berencana membongkar masjid untuk membangun rumah sakit.
Baca Juga: Masjid Jami Al-Atiq, Tempat Sembunyi Si Pitung dari Kejaran Meester Cornelis
Rencana tersebut memicu penolakan keras dari warga setempat. Tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, dan KH. Mas Mansyur turun tangan mempertahankan masjid yang memiliki nilai sejarah itu.
Tjokroaminoto sendiri adalah pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Dagang Indonesia (SDI) yang kemudian menjadi Sarekat Islam (SI). Dia sejatinya punya darah bangsawan dan ulama, tapi lebih memilih hidup sebagai kromo alias orang biasa. Julukannya Raja Jawa Tanpa Mahkota.
Pada 1930, warga Cikini berinisiatif merenovasi masjid secara permanen. Sebelumnya, bangunan masjid hanya terbuat dari gedek bambu dan dipindah dengan cara digotong.
Dengan bantuan Sarekat Islam, warga bergotong royong memberikan iuran untuk pembangunan masjid. Setelah selesai direnovasi, Masjid Al Makmur diresmikan oleh KH. Agus Salim pada 1932, sehingga menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial di Cikini.
Baca Juga: Masjid Jami An Nawier, Titik Juang Komandan Dahlan dan Para Ulama Besar
Masjid Al Makmur memiliki arsitektur bangunan lama dengan ukiran kayu yang masih dipertahankan.