Beratnya Konsekuensi Menggauli Istri Saat Puasa Ramadhan: Dosa Besar dan Kewajiban Membayar Kafarah

Kamis 20 Mar 2025, 11:46 WIB
Habib Muhammad Muthohar mengungkapkan salah satu pelanggaran berat yang wajib dihindari jima’ di siang hari ketika sedang berpuasa. Tindakan ini tidak hanya membatalkan puasa, dan wajib membayar kafarah. (Sumber: YouTube Channel NU Online)

Habib Muhammad Muthohar mengungkapkan salah satu pelanggaran berat yang wajib dihindari jima’ di siang hari ketika sedang berpuasa. Tindakan ini tidak hanya membatalkan puasa, dan wajib membayar kafarah. (Sumber: YouTube Channel NU Online)

Penjelasan tentang kafarah ini juga didasarkan pada kisah nyata seorang sahabat di zaman Rasulullah ﷺ. Dikisahkan dalam sebuah hadis shahih, seorang sahabat datang kepada Nabi Muhammad ﷺ karena telah melakukan jima’ di siang hari bulan Ramadhan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:

"Ketika kami sedang duduk bersama Nabi ﷺ, tiba-tiba datang seorang laki-laki dan berkata, 'Wahai Rasulullah, aku telah binasa!' Rasulullah bertanya, 'Apa yang membuatmu binasa?' Dia menjawab, 'Aku menggauli istriku di siang hari bulan Ramadhan.' Rasulullah bersabda, 'Apakah engkau memiliki budak yang bisa engkau merdekakan?' Dia menjawab, 'Tidak.' Nabi bertanya lagi, 'Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?' Dia menjawab, 'Tidak.' Rasulullah bertanya, 'Apakah engkau mampu memberi makan enam puluh orang miskin?' Dia menjawab, 'Tidak.'" (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).

Hadis ini menjadi dasar utama kewajiban kafarah bagi siapa pun yang melakukan hubungan badan di siang hari bulan Ramadhan.

Siapa yang Wajib Membayar Kafarah?

Menurut penjelasan Habib Muhammad Muthohar, kewajiban kafarah atas pelanggaran jima’ ini hanya diwajibkan kepada pihak laki-laki.

Adapun istri yang digauli tidak dibebani kafarah, kecuali jika ia melakukannya dengan sengaja, tanpa paksaan, dan dengan pemahaman hukum yang benar. Meskipun begitu, puasa istri tetap batal dan wajib diganti (qadha).

Beliau juga menegaskan bahwa kewajiban kafarah ini hanya berlaku di bulan Ramadhan. Jika seseorang melakukan jima’ di luar bulan Ramadhan, misalnya saat mengqadha puasa Ramadhan, maka tidak ada kewajiban kafarah, melainkan cukup mengganti puasanya (qadha) saja.

Urutan Pembayaran Kafarah yang Harus Dipenuhi

Dalam ceramahnya, Habib Muhammad Muthohar memaparkan bahwa kafarah tidak bisa dipilih secara sembarangan, tetapi harus dijalankan secara berurutan (tertib). Berikut ini tata cara pembayaran kafarah sesuai syariat Islam:

Memerdekakan Seorang Budak

Pilihan pertama adalah membebaskan seorang budak yang sehat dan bebas dari cacat. Namun, karena di zaman sekarang hampir tidak ada perbudakan, maka opsi ini sangat sulit dilaksanakan.

Berpuasa Dua Bulan Berturut-turut

Jika tidak mampu memerdekakan budak, maka pilihan berikutnya adalah berpuasa selama dua bulan penuh secara berturut-turut (60 hari). Jika di tengah jalan puasanya terputus tanpa uzur syar'i, maka hitungan puasanya harus diulang dari awal.

Memberi Makan 60 Orang Miskin

Jika pelaku tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut karena alasan kesehatan atau faktor lainnya, maka ia wajib memberikan makan kepada 60 orang miskin.

Setiap orang miskin diberi makanan pokok sebanyak satu mud, setara dengan kurang lebih 0,6 hingga 0,7 kilogram beras atau makanan pokok lain sesuai kebiasaan masyarakat setempat.

Berita Terkait

News Update