POSKOTA.CO.ID - Kekhawatiran terhadap potensi kembalinya peran ganda militer dalam pemerintahan sipil kembali mencuat. Alissa Wahid, Ketua Gerakan Nurani Bangsa, menegaskan bahwa penempatan prajurit aktif TNI dalam posisi sipil berpotensi membahayakan masyarakat sipil secara luas.
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Selasa, 18 Maret 2025, putri sulung Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, menyatakan bahwa rakyatlah yang akan menanggung risiko terbesar jika militer kembali menjalankan fungsi di luar bidang pertahanan negara.
Baca Juga: Netizen Kaitkan Insiden 3 Polisi yang Gugur di Way Kanan dengan RUU TNI: Baru Juga Rapat
Ia menyebut, penugasan tentara aktif di lembaga sipil menciptakan celah penyalahgunaan kekuasaan karena mereka tetap terhubung dengan struktur komando bersenjata.
"Bayangkan jika seorang prajurit yang masih aktif, dengan akses senjata dan jalur komando militer, menduduki posisi strategis di lembaga sipil. Kondisi seperti ini berpotensi menjadi ancaman, apalagi ketika aspirasi rakyat tidak sejalan dengan kehendak pemerintah," ujar Alissa.
Menurut Alissa, praktik penyimpangan tersebut bahkan sudah mulai tampak di sejumlah daerah. Ia mencontohkan, dalam pendampingan yang dilakukan jaringan Gusdurian terhadap masyarakat terdampak proyek strategis nasional (PSN), warga sering kali berhadapan langsung dengan aparat bersenjata dari TNI yang mengamankan proyek tersebut.
"Masyarakat sipil yang tidak memiliki kewenangan formal justru harus berhadapan dengan kekuatan bersenjata. Kalau ini dilegalkan lewat revisi undang-undang, maka mereka punya legitimasi penuh untuk bertindak di ruang sipil," tambahnya.
Baca Juga: Ramai Hastag Tolak RUU TNI di X, Begini Alasannya!
Karena itu, Gerakan Nurani Bangsa, yang merupakan wadah para tokoh lintas agama, meminta pemerintah dan DPR untuk menolak revisi Undang-Undang TNI jika tujuannya menghidupkan kembali peran dwifungsi militer.
Alissa menegaskan bahwa revisi hanya layak dilakukan jika difokuskan untuk memperkuat profesionalisme tentara dalam menjaga kedaulatan negara.
"Bukan untuk menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI. Meski tidak disebut dwifungsi secara formal, jika prajurit bersenjata masuk ke ranah sipil, hakikatnya tetap sama. Kita tidak boleh mengulang kesalahan sejarah," tegas Alissa.
Baca Juga: Deddy Corbuzier Dimarahin Gegara RUU TNI, Padji Pragiwaksono Minta Netizen Protes Langsung ke Menhan
Ia mengingatkan bagaimana selama tiga dekade masa Orde Baru, masyarakat sipil berjuang keras untuk menegakkan supremasi hukum di atas kekuasaan bersenjata. Menurut Alissa, pengalaman kelam selama 32 tahun itu seharusnya menjadi pelajaran berharga agar tidak membuka celah dominasi militer dalam ruang-ruang sipil.
*"Pintu itu jangan sampai terbuka lagi. Mungkin tidak terlihat berbahaya saat ini, tapi jika sudah dibiarkan, dampaknya bisa jauh lebih besar ke depan," tutup Alissa.