Setelah menjalankan ibadah puasa, mereka merasa perlu untuk pulang ke kampung halaman guna merayakan Idul Fitri bersama orang tua, keluarga, dan sanak saudara.
Namun, perjalanan mudik pada masa itu tidak semudah sekarang. Transportasi di Indonesia masih sangat terbatas, dan mereka yang ingin mudik harus berjalan kaki, naik kereta api, atau menggunakan kapal laut jika kampung halamannya berada di luar pulau.
Mudik pada waktu itu sangat melelahkan, memerlukan waktu yang lama, dan sering kali penuh tantangan.
Meskipun demikian, semangat untuk berkumpul dengan keluarga pada hari raya Lebaran tetap menjadi motivasi utama bagi mereka.
Baca Juga: Cara Atur Keuangan untuk Mudik, Liburan Lebaran Jadi Menyenangkan dan Terkontrol
Perkembangan Mudik Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, jumlah penduduk yang tinggal di kota-kota besar semakin meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi dan industri.
Banyak orang yang merantau ke kota untuk bekerja dan mencari penghidupan yang lebih baik.
Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan kota besar lainnya menjadi tujuan utama para perantau.
Pada era 1970-an dan 1980-an, pemerintah mulai memperhatikan fenomena mudik ini karena tingginya jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, bus, dan kereta api.
Pemerintah kemudian mulai membangun infrastruktur untuk mendukung mudik, seperti memperbaiki jalan raya, mengembangkan jalur kereta api, dan meningkatkan fasilitas transportasi lainnya.
Program mudik bersama yang dicanangkan pemerintah mulai dilaksanakan pada masa ini untuk mengatur arus mudik agar lebih tertib dan aman.
Mudik di Era Modern
Memasuki era 1990-an dan 2000-an, perkembangan teknologi semakin memudahkan masyarakat untuk merayakan Lebaran bersama keluarga.