Mereka juga mengkritik kurangnya transparansi dalam proses pembahasan RUU ini.
Menanggapi kritik terkait lokasi rapat di hotel mewah, Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, menjelaskan bahwa rapat maraton seperti ini membutuhkan tempat istirahat yang memadai bagi para anggota dewan.
Ia menambahkan bahwa pemilihan hotel sebagai lokasi rapat sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, juga memberikan tanggapan terkait kritik tersebut. Ia menyatakan bahwa kebiasaan mengadakan rapat di hotel sudah dilakukan sejak lama dan bukan hal baru. Utut menekankan bahwa yang terpenting adalah substansi pembahasan dan hasil yang dicapai dalam rapat tersebut.
Meskipun demikian, publik tetap mempertanyakan urgensi dan transparansi dari pembahasan RUU TNI ini. Beberapa pihak menduga bahwa DPR dan pemerintah ingin mempercepat pengesahan RUU ini tanpa melibatkan partisipasi publik yang memadai.
Baca Juga: Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026, Timnas Indonesia Berangkat Minggu Malam ke Australia
Dimas Bagus Arya Saputra, peneliti dari Imparsial, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa proses pembahasan yang dipercepat dapat mengabaikan aspirasi masyarakat.
Selain itu, setelah aksi protes di Hotel Fairmont, kantor KontraS dilaporkan mendapatkan teror dari orang tak dikenal pada Minggu dini hari.
Hal ini menambah kekhawatiran terkait keamanan dan kebebasan berekspresi bagi para aktivis yang menyuarakan kritik terhadap revisi UU TNI.
Sementara itu, rapat Panja Revisi UU TNI terus berlanjut sesuai jadwal yang telah ditentukan. Publik berharap agar proses pembahasan RUU ini dilakukan dengan transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat luas untuk memastikan bahwa hasil akhirnya sesuai dengan prinsip demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.