JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ratusan warga terdampak di Kelurahan Pejaten Timur, Jakarta Selatan terpaksa mengungsi di ruang kelas Sekolah Sekolah Menengah Pertama (SMP) 46, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Februari 2025.
Warga mengungsi di dua ruang kelas sekolah setelah dievakuasi tim SAR gabungan karena lokasi banjir yang cukup parah hingga lantai dua.
Dewi, 55 tahun, warga RT 5 Pejaten Timur mengaku rumahnya hampir tenggelam akibat luapan air dari Sungai Ciliwung yang tak jauh dari kediamannya.
Air sudah masuk ke lantai dua, bahkan di sudah setinggi lutut dewasa. Kata dia, jika diukur dari dari tanah tinggi air mencapai 4 meter lebih.
"Air sudah masuk ke lantai dua, itu sudah segini (lutut). Udah biasa di sini banjir, kalau yang paling besar itu 2007, sampai wuwungan. Saya bertiga sama suami sama anak," ujar perempuan satu anak itu saat ditemui di pengungsian, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Maret 2025.
Menurut Dewi, air mulai masuk ke pemukiman pada hari Minggu, 2 Maret 2025 malam. Air luapan sungai terpanjang di Jakarta itu perlahan-lahan merengsek mengisi setiap ruangan rumah hingga Senin, 3 Maret 2025.
Namun ketika ketinggian air masih belum menyentuh lantai dua. Sehingga dirinya bersama suami belum terpikirkan untuk mengungsi.
"Apalagi kemarin siang itu air sudah mulai surut. Kita udah mulai bersih-bersih, eh semalaman sebelum sahur air datang lagi, puncak tadi pagi masuk ke lantai dua," terang Dewi.
Tidak banyak perlengkapan mengungsi yang dibawanya. Dewi mengaku hanya sempat membawa surat-surat berharga dan satu tas pakaian salin.
Dia berharap alat elektronik yang tertinggal masih bisa berfungsi atau setidaknya masih bisa diperbaiki untuk kembali digunakan.
Ia sendiri memastikan semua peralatan elektronik yang ada di rumahnya sudah dievakuasi ke lantai dua.
"Sekarang enggak tahu sudah surut apa belum air lantai dua, rice cooker, televisi terakhir saya tinggal sih masih aman. Tapi enggak tahu sekarang, saya pasrah saja, mau bagaimana lagi," tutur Dewi.
Saat ini Dewi berserta ratusan pengungsi lainnya membutuhkan bantuan makanan untuk buka puasa dan sahur.
Baca Juga: Banjir Luapan Kali Angke Rendam Permukiman di Depok, Ratusan KK Mengungsi ke Musala
Apalagi sampai dengan Selasa pukul 14.00 WIB, belum ada tanda-tanda air bakal surut dengan cepat.
Kemudian juga sampai saat ini belum ada informasi apakah bakal ada bantuan dari pemerintah provinsi (Pemprov) Jakarta atau lainnya untuk makan buka puasa.
"Pasti kami yang di pengungsian butuh bantuan untuk buka nanti, juga sahur nanti. Kalau malam sore kering juga belum sempat buat sahur," kata Dewi.
Hal senada juga disampaikan oleh Saiful 37 tahun. Menurutnya, warga yang terdampak banjir sangat membutuhkan uluran tangan.
Di samping itu juga keperluan para korban sangat banyak untuk membereskan rumahnya yang tenggelam.
Jadi, kata dia, semestinya sekedar untuk makan buka puasa dan sahur pemerintah harus segera menyediakan bantuan.
"Kasihan mereka yang rumahnya tenggelam, ada yang hampir roboh. Pasti mereka keluar banyak buat benerin kulkaslah, apalah. Jadi harusnya nanti sebelum jam enam udah ada bantuan buat makan, mereka juga banyak yang masih puasa," jelas Saiful.
Sementara untuk shalat tarawih, kata Syaiful, masyarakat masih bisa shalat di masjid yang tidak jauh dari pengungsian.
Namun biasanya, warga yang berada di pengungsian tidak semuanya shalat tarawih, hanya shalat isya saja. Terutama ibu-ibu yang memilik anak kecil, dan juga menjaga barang-barang mereka.
"Kalau shalat mah di masjid deket sini (pengungsian), enggak kena di dataran tinggi. Jadi enggak masalaha kalau untuk ibadah," jelas Saiful.