Dalam melancarkan aksi korupsi ini, Riva selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga melakukan pengondisian penurunan produksi kilang bersama Sani Dinar Saifuddin dan Agus Purwono, sehingga minyak mentah dalam negeri tidak terserap dan terpaksa harus melakukan impor.
Baca Juga: Profil Riva Siahaan, Dirut Pertamina Patra Niaga yang Jadi Tersangka Korupsi
Kemudian Sani dan Agus memenangkan broker minyak mentah produk kilang secara melawan hukum dan mengharuskan negara membayar fee sebesar 13-15 persen.
Lalu, Yoki Finardi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping melakukan mark up kontrak pengiriman saat impor minyak mentah dan produk kilang.
Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa mendapatkan keuntungan dari pengiriman impor minyak mentah dan produk kilang tersebut.
Selanjutnya, Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo yang melakukan komunikasi dengan Agus Purwono supaya dapat memperoleh harga tinggi meski syarat belum terpenuhi.
Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa tersangka Riva Siahaan melakukan pembelian minyak untuk RON 92, namun sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.
Selanjutnya, RON 90 tersebut dioplos di depo/storage untuk diubah menjadi RON 92 dan hal tersebut dilarang.
Dalam kasus ini Kejaksaan memeriksa 96 saksi, dua orang ahli dan menyita 969 dokumen serta 45 barang bukti elektronik.
Kejaksaan pun menyebutkan akibat dari perbuatan dugaan korupsi tersebut, negara mengalami kerugian sekira Rp193,7 triliun.