Kasus korupsi BBM di PT Pertamina yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. (Sumber: Istimewa)

HIBURAN

Gaji Rp4,7 Miliar per Bulan, Dirut Pertamina Masih Korupsi, Ernest: Korupsi di Indonesia itu Kayak Kebiasaan Merokok

Rabu 26 Feb 2025, 12:56 WIB

POSKOTA.CO.ID - Komika dan Sutradara Ernest Prakasa Kembali Sentil Budaya Korupsi di Indonesia: Masihkah Ada Harapan?

Komika sekaligus sutradara ternama, Ernest Prakasa, kembali menyoroti budaya korupsi yang seolah tak pernah hilang dari tanah air.

Melalui akun X (sebelumnya Twitter) @ernestprakasa 25 Februari 2025, Ernest dengan nada sarkastik menyindir betapa korupsi telah menjadi hal yang "lumrah" di Indonesia.

"Indonesia nih, bos," tulis Ernest, menggambarkan betapa korupsi seakan sudah menjadi bagian dari keseharian. Ia juga menyinggung maraknya kasus korupsi yang terus terungkap, namun seolah tak pernah memberikan efek jera.

Baca Juga: Begini Cara Dapatkan Saldo DANA Gratis yang Bisa Anda Klaim, Otomatis Langsung Masuk ke Dompet Elektronik!

Fenomena ini memang bukan hal baru. Korupsi di Indonesia seakan menjadi lingkaran setan yang sulit diputus. Meski berbagai kasus besar terus terungkap, penindakan hukum seringkali dinilai belum cukup untuk memberikan efek jera.

Hal ini membuat masyarakat semakin skeptis terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Kasus Korupsi Besar yang Mengguncang Negeri

Salah satu kasus korupsi terbesar yang baru-baru ini mencuat adalah skandal korupsi dalam ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa modus korupsi ini melibatkan manipulasi bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92 sebelum dipasarkan. Akibatnya, negara mengalami kerugian yang mencapai Rp 193,7 triliun.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pengadaan BBM ini dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Namun, dalam praktiknya, perusahaan tersebut membeli BBM dengan kualitas lebih rendah (RON 90), lalu menjualnya seolah-olah sebagai RON 92 dengan harga yang lebih tinggi.

Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Di antaranya adalah Riva Siahaan (Dirut PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International), serta Yoki Firnandi (Dirut PT Pertamina Shipping).

Selain itu, ada juga beberapa tersangka dari sektor swasta, termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza, putra dari pengusaha migas Mohammad Riza Chalid.

Modus manipulasi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kualitas BBM yang digunakan masyarakat. Kejagung memastikan akan terus mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya.

Korupsi: Budaya yang Sulit Diberantas?

Ernest Prakasa dalam cuitannya menyoroti bagaimana korupsi seakan telah menjadi budaya yang sulit diberantas. "Korupsi di Indonesia itu kayak kebiasaan merokok. Semua tahu bahayanya, tapi tetap dilakukan," ujarnya dengan nada sarkastik.

Faktanya, korupsi di Indonesia memang telah mengakar sejak lama. Mulai dari kasus kecil di tingkat desa hingga skandal besar yang melibatkan pejabat tinggi, korupsi seakan menjadi momok yang sulit dihilangkan.

Meski berbagai upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan, seperti pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nyatanya korupsi masih terus terjadi.

Salah satu faktor yang membuat korupsi sulit diberantas adalah sistem yang masih rentan terhadap penyalahgunaan wewenang.

Selain itu, budaya "toleransi" terhadap korupsi juga turut memperparah situasi. Banyak orang yang menganggap korupsi sebagai hal yang wajar, terutama jika dilakukan untuk "kepentingan bersama" atau "tolong-menolong".

Dampak Korupsi yang Merugikan Masyarakat

Dampak korupsi tidak hanya dirasakan oleh negara, tetapi juga oleh masyarakat secara langsung. Kasus manipulasi BBM oleh PT Pertamina, misalnya, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kualitas BBM yang digunakan masyarakat.

BBM dengan kualitas rendah dapat menyebabkan kerusakan pada kendaraan dan bahkan berdampak pada lingkungan.

Selain itu, korupsi juga menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, justru dikorupsi oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

Akibatnya, masyarakat yang seharusnya menikmati hasil pembangunan, justru harus menanggung beban akibat korupsi.

Baca Juga: Alhamduliah Pencairan Bantuan Sosial PKH dan BPNT Tahap 1 Sudah Cair ke Pos Indonesia di Berbagai Daerah, Cek Selengkapnya di Sini!

Upaya Pemberantasan Korupsi: Masihkah Ada Harapan?

Meski korupsi seakan sulit diberantas, bukan berarti tidak ada harapan. Upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari tingkat individu hingga sistem.

Pendidikan anti-korupsi sejak dini, transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, serta penegakan hukum yang tegas adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memutus mata rantai korupsi.

Selain itu, peran masyarakat juga sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Masyarakat harus berani melaporkan setiap tindakan korupsi yang mereka temui, serta tidak toleran terhadap praktik-praktik korupsi, baik yang dilakukan oleh pejabat maupun oleh sesama masyarakat.

Dengan memahami betapa seriusnya dampak korupsi, mari bersama-sama berupaya memberantas praktik korupsi di Indonesia. Karena hanya dengan kerja sama dan kesadaran bersama, kita bisa mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bebas dari korupsi.

Tags:
budaya korupsikorupsi di Indonesiapemberantasan korupsimanipulasi BBMkasus korupsi Pertamina Ernest Prakasakorupsi Indonesia

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor