Fakta Terbaru Kasus Korupsi Pertamina yang Merugikan Negara Capai Rp193,7 Triliun

Rabu 26 Feb 2025, 12:36 WIB
Pertamina memastikan Pertamax yang dijual di SPBU bukan hasil oplosan, meski Kejagung mengungkap modus korupsi pengoplosan minyak. (Sumber: Kejaksaan RI)

Pertamina memastikan Pertamax yang dijual di SPBU bukan hasil oplosan, meski Kejagung mengungkap modus korupsi pengoplosan minyak. (Sumber: Kejaksaan RI)

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk RON 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah. Hal tersebut tidak diperbolehkan," jelas Qohar.

Namun, Pertamina membantah adanya praktik pengoplosan ini. VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa masyarakat tidak dirugikan dalam hal ini.

"Bisa kita pastikan tidak ada yang dirugikan di aspek hilir atau di masyarakat. Masyarakat mendapatkan produk yang sesuai dengan yang mereka beli," kata Fadjar.

3. Penggeledahan dan Penyitaan Aset

Kejagung juga melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya adalah rumah saudagar minyak Mohammad Riza Chalid, yang merupakan ayah dari tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).

Penggeledahan ini dilakukan di Plaza Asia lantai 20 dan Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Selain itu, Kejagung berhasil menyita uang tunai senilai Rp971 juta dari rumah tersangka Dimas Werhaspati (DW). Uang tersebut terdiri dari 20.000 dolar Singapura (sekitar Rp244 juta), 20.000 dolar AS (sekitar Rp326 juta), dan 4.000 lembar uang pecahan Rp100 ribu (total Rp400 juta).

Dampak Kasus Korupsi Pertamina

Kasus korupsi ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap Pertamina sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia. Beberapa dampak yang perlu diperhatikan antara lain:

  1. Merosotnya Kepercayaan Publik
    Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang integritas manajemen Pertamina. Masyarakat mungkin akan mempertanyakan kualitas produk yang dijual di SPBU Pertamina.
  2. Gangguan pada Pasokan Minyak Nasional
    Praktik korupsi ini diduga memengaruhi pasokan minyak nasional, terutama karena produksi kilang dalam negeri tidak dimaksimalkan.
  3. Kerugian Ekonomi Jangka Panjang
    Kerugian sebesar Rp193,7 triliun tentu berdampak pada perekonomian nasional. Dana sebesar itu seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur atau program sosial.

Baca Juga: Peran 7 Tersangka dalam Kasus Korupsi Minyak Mentah, Pertamina Bantah Adanya Pertamax Oplosan

Respons Pertamina

Pertamina berusaha menjaga citra perusahaan dengan membantah adanya praktik pengoplosan minyak. Fadjar Djoko Santoso menegaskan bahwa Pertamax yang dijual di SPBU adalah produk asli, bukan hasil oplosan.

"Bukan adanya oplosan, sehingga mungkin narasi yang keluar, yang tersebar, sehingga ada misinformasi di situ," ujarnya.

Namun, pernyataan ini belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran masyarakat. Pertamina perlu mengambil langkah tegas untuk memulihkan kepercayaan publik, termasuk dengan meningkatkan transparansi dalam tata kelola perusahaan.

Apa Langkah Selanjutnya?

Kejagung akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap lebih banyak fakta dan melacak aliran dana yang terlibat. Selain itu, langkah pencegahan korupsi di sektor energi perlu diperkuat, antara lain dengan:

  1. Meningkatkan Pengawasan Internal
    Pertamina perlu memperkuat sistem pengawasan internal untuk mencegah praktik korupsi di masa depan.
  2. Reformasi Tata Kelola Perusahaan
    Tata kelola perusahaan harus lebih transparan dan akuntabel, terutama dalam hal pengadaan dan distribusi minyak.
  3. Edukasi dan Sosialisasi
    Sosialisasi tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas perlu dilakukan secara rutin kepada seluruh karyawan.

Berita Terkait

News Update