POSKOTA.CO.ID – Pemerintah melalui kebijakan efisiensi anggaran telah memangkas dana pendidikan, termasuk untuk program beasiswa.
Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan mahasiswa dan tenaga pendidik karena berpotensi menghambat akses pendidikan tinggi bagi ribuan pelajar Indonesia.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkena dampak kebijakan efisiensi anggaran yang menyebabkan pemangkasan dana sebesar Rp14,3 triliun dari total anggaran Rp56,6 triliun.
Salah satu sektor yang terdampak adalah program beasiswa dan bantuan pendidikan tinggi, yang anggarannya terancam dipangkas secara signifikan.
Baca Juga: Peringatan Darurat Menggema Lagi! Netizen Ramai-ramai Suarakan Tagar Save KIP Kuliah
Program Beasiswa yang Terkena Dampak
Dalam rapat kerja dengan Komisi 10 DPR RI, Mendikbudristek Satrio Sumantri Bojonegoro menyebutkan beberapa program beasiswa yang terdampak pemangkasan ini, di antaranya:
- Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K)
- Beasiswa Pendidikan Indonesia
- Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi
- Beasiswa Kerja Sama Negara Berkembang
- Beasiswa untuk Dosen dan Tenaga Pendidikan
- Anggaran Beasiswa KIP Kuliah Terancam Drastis Berkurang
Salah satu program yang terkena pemangkasan paling besar adalah KIP Kuliah. Sebelumnya, program ini memiliki anggaran sebesar Rp14,698 triliun, namun kini terancam turun drastis menjadi hanya Rp1,319 triliun.
Meskipun pihak Kemendikbudristek mengupayakan agar tidak ada pemotongan, keputusan akhir masih menunggu hasil pembahasan lebih lanjut.
DPR RI Menyoroti Pemotongan Anggaran Bantuan Sosial
Anggota Komisi 10 DPR RI menegaskan bahwa pemotongan anggaran yang bersifat bantuan sosial seharusnya tidak dilakukan, karena bertentangan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa dana bantuan sosial, termasuk beasiswa pendidikan, seharusnya tidak masuk dalam skema efisiensi anggaran.
Kebijakan pemotongan ini menimbulkan dampak serius bagi mahasiswa. Diperkirakan sekitar 200.000 mahasiswa baru dari keluarga ekonomi rendah berisiko tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena kehilangan akses beasiswa.