“Sekarang prioritas pemerintah betul-betul membingungkan. Rencana pemerintah untuk program makan bergizi gratis (MBG) sudah jalan, Kemenhut mau buka jutaan hektare lahan untuk pangan, sementara banyak menteri di kabinet yang tambun ini mengeluhkan anggaran masih kurang. Apakah semua alokasi anggaran harus dilakukan melalui kuat-kuatan negosiasi?,” ujar Wahyudi.
Persoalan tukin dosen ASN ini bermula pada perubahan Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil (UU PNS) menjadi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) pada 2015.
Baca Juga: Tukin Dosen 2025 Segera Cair? Segini Insentif yang Bakal Diterima ASN dan non-ASN
Menurutnya, perubahan tersebut turut menyinggung postur anggaran, baik untuk yang berstatus PNS atau PPPK.
Selain itu, adanya Undang-Undang Guru dan Dosen yang diterbitkan pada 2005 proses sertifikasi dosen (serdos) belum selesai sepenuhnya, terutama bagi dosen mudah yang belum memenuhi syarat.
“Mereka itu tidak mendapatkan tunjangan, yang sudah punya sertifikasi dosen mereka dapat, yang belum serdos ini yang punya masalah, mereka menuntut,” jelas Wahyudi.
Pada dosen yang belum memiliki serdos pun mengajukan tuntutan agar mendapatkan tukin sebagai pengganti tunjangan profesi.
Baca Juga: Tunjangan Kinerja 2025 Segera Cair? Segini Besaran Tukin Dosen ASN
Namun nyatanya, pengesahan tukin pun membutuhkan waktu cukup lama. Hal tersebut menjadi rumit dengan adanya perubahan struktur nomenklatur kementerian, dari Kemenristekdikti ke Kemendikbudristek hingga kini menjadi Kemendiktisaintek.
Wahyudi berpendapat jika tukin ini belum terealisasi, aksi ADAKSI dan komunitas dosen dan guru akan terus disuarakan secara lantang.
“Saya melihat sebenarnya kondisi ini tidak sehat karena semua hal terkait pendanaan kementerian dan lembaga dasarnya adalah negosiasi politik, bukan berdasarkan kebutuhan objektif dari program di setiap kementerian,” tutupnya.