“Ambang batas parlemen bertujuan menciptakan multi partai yang sederhana untuk mendukung pemerintahan yang kuat dan efektif menjalankan tugasnya memajukan bangsa dan negara, mewujudkan kesejahteraan umum dan..“
-Harmoko-
Setidaknya ada dua hal yang menjadi prioritas dalam revisi undang-undang tentang pemilu. Pertama, merumuskan ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Kedua, menentukan jadwal pelaksanaan pemilu legislatif (pileg), pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Ambang batas parlemen pada pemilu legislatif tahun 2029 menuntut adanya perubahan sebagai bentuk kewajiban melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat.
Angka ambang parlemen dari pemilu ke pemilu cenderung meningkat dengan tujuan menciptakan sistem multi partai yang sederhana. Selain, tentunya untuk meningkatkan kualitas partai politik (parpol).
Melalui ambang batas parlemen jumlah parpol memang berkurang drastis. Sebut saja pada pemilu 2009, dengan ambang batas sebesar 2,5 persen , hanya 9 parpol yang lolos ke gedung parlemen dari 38 parpol peserta pemilu.
Pada pemilu 2014 dengan ambang batas 3,5 persen, dari 12 parpol peserta pemilu hanya meloloskan 10 parpol ke parlemen. Selanjutnya dengan ambang batas 4 persen pada pemilu 2019 hanya 9 parpol yang lolos ke Senayan, 7 parpol lainnya tereliminasi.
Begitu juga dengan ambang batas 4 persen pada pemilu 2024, dari 18 parpol peserta pemilu, hanya 8 parpol lolos ke Senayan, bahkan parpol legendaris PPP gagal melampaui ambang batas.
Meski begitu ambang batas parlemen tetap diberlakukan pada Pileg 2029 mendatang sebagai upaya penyederhanaan parpol. Hanya saja berapa angka ambang batas yang ideal? Jawabnya bisa beragam, seberagam pandangan menyikapi putusan MK agar ada perubahan angka ambang batas.
Ada yang mengusulkan angkanya diturunkan menjadi 1 persen, ada pula yang berpendapat 2 persen, 2,5 persen. Bahkan, ada pendapat angkanya dipertahankan 4 persen, bila perlu dinaikkan, tentu dengan segala argumen yang dipaparkan.
Kini menjadi kewajiban bagi DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang bagaimana merespons kehendak MK dan publik guna merumuskan angka batas parlemen dengan melibatkan partisipasi dari berbagai kalangan.