Kopi Pagi: Lemah Kaderisasi, Akan Terelimininasi

Senin 06 Jan 2025, 08:01 WIB
Kopi Pagi: Lemah Kaderisasi, Akan Terelimininasi. (Poskota)

Kopi Pagi: Lemah Kaderisasi, Akan Terelimininasi. (Poskota)

“Papol harus mampu menghadirkan pemimpin yang lahir dari ‘rahim rakyat’, pemimpin yang akan membawa kemajuan dan kejayaan negeri. Lengah dan lemah dalam kaderisasi. Tidak mampu mencetak kader bangsa yang mumpuni akan tereliminasi secara alami..”

-Harmoko-

Melalui kolom ini empat tahun yang lalu (9 Desember 2021), pernah saya sampaikan perlunya mengevaluasi kembali ambang batas pencalonan presiden – presidential threshold (PT).

Perlu konsensus nasional menghapus aturan tersebut, setidaknya angkanya diturunkan, disamakan dengan ambang batas parlemen.

Ada sejumlah alasan yang mendasari pemikiran tersebut, di antaranya membuka peluang lebih banyak lagi tampilnya pasangan calon presiden dan wapres yang kredibel dari beragam latar belakang dan profesi.

Dengan begitu, masyarakat lebih memiliki banyak alternatif memilih pasangan calon pemimpin yang sesuai hati nuraninya.

Mencegah upaya pelanggengan kekuasaan dengan konsentrasi pusat kekuasaan pada pihak-pihak tertentu.

Untuk menjawab kekhawatiran munculnya pemilik modal dalam membayang-bayangi kekuasaan. Shadow state , shadow democracy atau apapun namanya perlu kita cegah.

Selain, tentu saja untuk memurnikan pelaksanaan demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan hak politik dan kedaulatan rakyat sebagaimana diamanatkan pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Itu pula yang menjadi alasan, mengapa banyak pihak terus berharap angka ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan capres-cawapres diturunkan.

Tak sedikit pula yang mengusulkan agar dihapuskan. Apa yang menjadi harapan tersebut kini terkabulkan. Mahkamah Konstitusi (MK) merespons kehendak publik dengan menghapus ketentuan partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya sebagai syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Syarat ambang batas dimaksud sebelumnya diatur dalam pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang oleh MK dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam amar putusannya yang dibacakan di Jakarta, Kamis (2/1/20254), MK juga menyatakan presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

Banyak pihak berpendapat, penghapusan syarat ambang batas ini sebagai bentuk kemenangan rakyat, akan lebih berdaulat dalam menentukan para pemimpin negerinya.

Menjadi langkah maju memperkuat demokrasi yang  tidak lagi tersandera oleh berbagai kepentingan yang melingkupinya. Meski ada sejumlah pihak yang mengkhawatirkan potensi meningkatnya polarisasi politik akibat bertambahnya jumlah calon yang akan ikut kontestasi pilpres.

Lepas dari beragam pendapat yang mencuat, dengan penghapusan ambang batas dimaksud, pilpres akan semakin kompetitif dan beragam karena membuka peluang lebih besar bagi setiap parpol mengajukan kader terbaiknya ikut kontestasi.

Ini dapat meningkatkan partisipasi pemilih karena daya tarik kandidat capres-cawapres yang lebih banyak pilihan alternatifnya.

Sejalan dengan itu, menuntut pelembagaan parpol yang semakin kuat agar mampu menjalankan fungsinya secara optimal terutama dalam proses kaderisasi.

Lebih sehat dan demokratis dalam uji prestasi dan kaderisasi serta menyeleksi kandidat pejabat publik, termasuk capres – cawapres.

Diharapkan parpol dapat menampilkan kandidat yang sesuai aspirasi dan harapan rakyat, bukan memenuhi hasrat kerabat menjadi pejabat.  

Diyakini parpol yang tidak memihak kepentingan rakyat, dalam pemilu akan terhempas karena perolehan suara tidak memenuhi syarat ambang batas.

Dengan kata lain, aturan ambang batas parlemen masih diperlukan sebagai uji publik, sejauh mana parpol memperkuat pondasi perjuangannya mewujudkan keberpihakan kepada rakyat.

Tidak hanya secara sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi rakyat, juga mampu menghadirkan pemimpin yang lahir dari ‘rahim rakyat’, pemimpin yang akan membawa kemajuan dan kejayaan negeri, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Parpol yang lengah dan lemah dalam kaderisasi. Tidak mampu mencetak kader bangsa yang mumpuni akan tereliminasi secara alami. (Azisoko).

Berita Terkait

Kopi Pagi: Kikis Ego Kelompok

Senin 16 Des 2024, 07:59 WIB
undefined

Kopi Pagi: Bersama Dalam Kesetaraan

Kamis 19 Des 2024, 08:01 WIB
undefined

Kopi Pagi: Awali dengan Senyuman

Kamis 02 Jan 2025, 07:59 WIB
undefined

News Update