POSKOTA.CO.ID - Penembakan di Rest Area Tol Tangerang-Merak, Desa Pabuaran, Kabupaten Tangerang, Kamis, 2 Januari 2025, kembali membuka luka lama kasus KM 50.
Dalam insiden ini, polisi mengamankan lima selongsong peluru di lokasi kejadian dan sebuah mobil korban yang ditemukan di Balaraja Timur.
Pelaku, yang mengaku anggota TNI AU, menodongkan pistol saat korban mencoba merebut kembali mobil miliknya yang disewa dan dibawa kabur oleh pelaku.
Baca Juga: Polisi Amankan 5 Selongsong Peluru di TKP Penembakan Rest Area Tol Tangerang-Merak
Kasus ini menyisakan berbagai pertanyaan, terutama karena melibatkan penggunaan senjata api di tengah perselisihan pribadi. Polresta Tangerang kini mengumpulkan rekaman CCTV untuk menyusun kronologi lebih lengkap.
Beralih ke tragedi KM 50, enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) tewas di tangan polisi pada 7 Desember 2020 di Tol Cikampek.
Peristiwa ini dikategorikan sebagai unlawful killing oleh Komnas HAM. Dalam kasus ini, aparat mengklaim laskar melawan di dalam mobil sehingga mereka terpaksa menembak. Namun, kuasa hukum korban menyebutnya sebagai pelanggaran HAM berat yang memerlukan pengusutan tuntas.
Tragedi KM 50 kembali menjadi sorotan setelah kasus Ferdy Sambo mencuat. Keterlibatan Sambo dalam penanganan kasus ini menimbulkan keraguan publik atas transparansi proses hukum sebelumnya.
“Kasus seperti ini seharusnya diproses sesuai UU 26/2000 tentang pengadilan HAM,” ujar Aziz Yanuar, kuasa hukum korban KM 50, menggarisbawahi perlunya pengadilan independen.
Kedua kasus ini sama-sama diwarnai aksi kejar-kejaran yang berakhir tragis, penggunaan senjata api oleh pihak yang mengklaim membela diri, serta ketiadaan kejelasan atas apa yang sebenarnya terjadi.
Meski konteksnya berbeda, pola yang serupa memunculkan pertanyaan, apakah ini kebetulan atau cerminan masalah yang lebih besar terkait penggunaan kekuatan aparat?