Awal terendusnya kasus korupsi ini ketika pada 21 Januari 2015, Kepala Pelaksana BPBD Lombok Utara, Raden Tresnawadi berkunjung ke Shelter tersebut. Pihaknya menemukan beberapa kejanggalan.
"Kondisi secara visual, banyak terjadi kerusakan di bagian-bagian lantai bawah, di halaman juga tidak terawat dan bahkan digunakan oleh penduduk sekitar untuk menggembalakan ternaknya," terangnya.
Lalu, jalur evakuasi ke lantai atas kondisinya sangat mengkhawatirkan. Raden Tresnawadi pada saat itu naik melewati jalur evakuasi tersebut merasakan getaran pada cor yang dilewatinya dan terdapat retakan pada jalur tersebut.
Hingga akhirnya terjadi gempa bumi pada tanggal 29 Juli 2018 dengan kekuatan 6,4 SR pusat gempa berada di kedalaman 13 km dan berada di darat 47 km arah timur laut Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Pada tanggal 5 Agustus 2018, terjadi gempa bumi berkekuatan 7,0 SR. Kondisi Shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung," kata Asep.
Pada kasus ini, Asep menjelaskan bahwa kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 18.486.700.654,00 atau Rp 18,4 miliar.
Kedua tersangka atas nama Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH) dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan mulai tanggal 30 Desember 2024 hingga 18 Januari 2025.
Para tersangka ini akan ditahan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan Kelas I Jakarta Timur.
Kedua tersangka disangkakan pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi aebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.