“Perlu mematut diri agar mampu merespons situasi yang bakal terjadi, termasuk kemungkinan mencuatnya berbagai kritikan atas kebijakan yang digulirkan..”
-Harmoko-
Sudah menjadi sunnatullah bahwa waktu akan terus bergulir dan berganti dari detik menjadi menit, jam, menjadi hari, bulan, tahun dan seterusnya.
Begitupun saat ini, dua hari lagi kita meninggalkan tahun 2024 menuju tahun 2025 yang penuh beragam tantangan sekaligus peluang.
Waktu memang tidak berjalan mundur. Itu pula hendaknya dalam menyikapi perjalanan waktu, kian hari semakin maju, bukan mundur seperti undur- undur.
Masa lalu telah kita jalani dengan segala suka dukanya. Dengan segala problema dan permasalahannya, tak terkecuali kesuksesan yang telah diraihnya.
Masa lalu sebagai pengingat bahwa kita telah melewati berbagai hal. Ibarat mengendarai kendaran bermotor, sesekali boleh melihat kaca spion untuk mengetahui telah melewati perempatan, tikungan, tanjakan, turunan dan belokan.
Tetapi pandangan kita tetap ke depan, ke kaca besar dan lebar agar dapat melihat lebih luas apa yang ada di depan, berbagai rintangan yang bakal dihadapi serta sejumlah peluang yang dapat dijalani hingga akhir tujuan.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah terciptanya kesejahteraan sosial, keadilan dan kemakmuran bersama sebagaimana cita- cita negeri ini sejak didirikan.
Tidak dapat dipungkiri, serangkaian peristiwa telah terjadi baik di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, maupun sosial dan budaya.
Stabilitas nasional secara umum aman dan terkendali, meski di sana-sini terjadi beberapa peristiwa yang menyesakkan dada, apalagi menyangkut nama besar institusi, lembaga yang mestinya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum dan keadilan.
Tak sedikit figur publik, elite politik yang tersangkut masalah hukum, tokoh yang seharusnya menjadi panutan, tetapi tergelincir karena tergoda pada satu atau dua dari “Tiga Ta” ( Tahta, harta dan wanita).
Tak perlu saya sebut secara rinci, karena publik lebih jeli mencermati apa yang telah terjadi di negeri ini. Itulah sebabnya para elite, tokoh panutan dan pejabat publik hendaknya lebih jeli mencermati apa yang bakal terjadi, sehingga terhindar dari segala macam godaan dan jebakan.
Tidak berlebihan sekiranya para elite perlu senantiasa bercermin diri atas segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dalam membangun negeri.
Satu pesan moral bagi kita. ‘Ngiloa githoke dewe’ - hendaknya kita bisa mengetahui aib diri sendiri. ‘Sing bisa nggedhong napsu’ - yang seharusnya bisa mengendalikan hawa nafsu. ‘Sing uwis ya uwis’ - dan yang sudah berlalu biarlah berlalu’
Karenanya perlu segera mematut diri menyongsong tahun depan yang lebih baik lagi. Baik bagi dirinya, apa pun profesinya, baik juga bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Terlebih bagi pejabat negeri ini yang telah diberi mandat oleh rakyat melalui pemilu dan pilkada yang baru lalu. Mematut diri dalam artian secara terus menerus memperbaiki diri atas segala kekurangan dan kekeliruan, baik ucapan maupun perbuatan, dengan senantiasa mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki guna memajukan negeri.
Esok lusa kita memasuki tahun 2025, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bukan hanya baru tahunnya, tetapi baru juga pemerintahannya. Di tahun inilah segala program pemerintahan mulai dijalankan, baik di tingkat pusat maupun daerah dengan gubernur, bupati maupun wali kota yang baru, meski tak sedikit merupakan tokoh lama.
Kita tidak melihat apakah wajah baru atau lama, yang utama adalah kewajiban menjalankan program kerja yang telah dijanjikan kepada rakyat saat kampanye dulu.
Di pemerintahan pusat kita kenal “Astacita” dengan sejumlah aksi prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada pangan.energi dan air. Di daerah tak jauh beda, intinya bagaimana menyiapkan SDM cerdas dan berkualitas, selain mengentaskan kemiskinan dan mengatasi pengangguran.
Tahun 2025 adalah tahun pelaksanaan program, bukan lagi pencitraan karena telah lewat.Tahun bagi para pejabat publik memenuhi janjinya kepada rakyat.
Tahun peduli rakyat, bukan peduli kerabat dekat. Apalagi awal kepala daerah menjabat sudah dihadapkan pada kebutuhan mendasar rakyat menyongsong bulan puasa dan lebaran.
Ini menjadi momen penting, boleh jadi akan menjadi ujian awal bagi pejabat bagaimana keberpihakannya kepada rakyat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Mematut diri juga kian diperlukan agar memiliki kemampuan merespons situasi yang bakal terjadi, termasuk kemungkinan mencuatnya berbagai kritikan atas kebijakan yang digulirkan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Negara berkewajiban melindungi rakyatnya melalui kebijakan yang digulirkan, sebaliknya rakyat berkewajiban pula mengawal kebijakan dimaksud. Mengawal adalah mendukung kebijakan untuk perbaikan dan kemajuan. Mengawal berarti pula mencermati kebijakan yang salah arah dan sasaran. Mari kita kawal bersama kebijakan pro- rakyat. (Azisoko).
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di google dan jangan lupa ikuti kanal Whatsapp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.