Kopi Pagi: Bersama Dalam Kesetaraan

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Bersama Dalam Kesetaraan

Kamis 19 Des 2024, 08:01 WIB

Pengantar: Gelaran pilkada menyisakan banyak catatan yang berujung konflik, jika tak segera diselesaikan. Menghapus ego kelompok dengan membangun kesetaraan, setidaknya menjadi resolusi konflik pilkada. Kedua hal tersebut, kami sajikan di kolom ini pada Senin dan Kamis pekan ini. (Azisoko).

“Hakikat ‘bersama dalam kesetaraan’ adalah semangat kerja sama tanpa pamrih, tanpa pula melihat latar belakang status sosial ekonomi dan politiknya. Sebuah pola kerja bersama yang sungguh cocok diterapkan saat ini..”

Harmoko

Bersama membangun bangsa bukan sebatas slogan, bukan pula berupa impian.Aksi nyata menjadi tuntutan dalam setiap gerak langkah menuju Indonesia Maju.

Kebersamaan dengan merangkul semua kekuatan yang ada, urgen dilakukan bagi kepala daerah terpilih guna membangun daerahnya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Merangkul semua kekuatan, tanpa membedakan latar belakang dukungan politik, menjadi salah satu upaya menyelesaikan konflik pasca- pilkada. 

Hanya saja kebersamaan yang dibangun tanpa kesetaraan, boleh jadi, akan berujung kepada munculnya konflik baru atau konflik lama (pilkada) bersemi kembali.

Secara etimologi, kesetaraan berarti sejajar - sepadan - seimbang - sama tingkatannya (kedudukannya).

Dalam konteks kebersamaan, kesetaraan adalah memiliki status yang sama, hak yang sama di bawah hukum,hak yang sama dalam merumuskan program pembangunan pemerintah daerah. Memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses hasil pembangunan yang telah digulirkan. Juga adanya tanggung jawab yang sama atas hasil kerja bersama.

Sering diibaratkan setara itu duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Jika disarikan peribahasa ini mengajarkan tentang hakikat kesetaraan dan semangat kerja sama tanpa pamrih, tanpa pula melihat latar belakang status sosial ekonominya dan status sosial politiknya.

Tidak ada lagi ego sosial, ego politik dan kekuasaan yang mewarnai praktik kesetaraan.

Kesetaraan hendaknya tidak hanya di papan atas, pada tataran kebijakan, tetapi yang lebih utama dalam pelaksanaan di lapangan.

Selama masih ada ketimpangan, selagi belum ada kesetaraan, maka upaya membangun kebersamaan hanya kokoh di atas kertas, tetapi lemah dalam realitas.

Kesetaraan akan semakin menjadi nyata, jika senantiasa menjunjung tinggi sifat saling menghormati,saling melengkapi, saling mendukung, saling menasehati, saling berteman tanpa iri. Tidak ada lagi kosakata saling ejek, mencerca, menghina, merendahkan, meremehkan, dan menyakitkan.

Membangun kebersamaan di atas keberagaman memang memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang.

Begitu juga menyelaraskan kesetaraan di atas berbagai kepentingan di dalamnya, termasuk kepentingan politik, tidak semudah membalik telapak tangan.

Perlu kesabaran dan kesadaran bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Perlu ketulusan untuk melibatkan diri dan menjadi bagian dari orang lain, bagian dari masyarakat secara keseluruhan.

Perlu kesadaran juga bagi para elite politik di daerah, jika sudah melebur dalam kebersamaan membangun daerahnya, hendaknya disertai dengan menanggalkan segala ego politiknya, melebur ke dalam ego yang lebih besar lagi, yakni ego menyejahterakan masyarakat sebagai bagian dari membangun bangsa dan negara.

Jika sudah terbangun kebersamaan- terjalin kesetaraan dalam mengatasi segala permasalahan, diharapkan konflik politik  tiada lagi, termasuk konflik dampak

pilkada.

Harapan ini bukan mimpi, tetapi obsesi yang diyakini dapat terealisasi, jika para elite politik, pejabatnya di semua tingkatan, lebih-lebih kepala daerah yang baru terpilih tampil memberi teladan melalui upaya konkret mewujudkan kebersamaan yang dilandasi kesetaraan.

Ini juga menjadi tanggung jawab negara melalui aparat pemerintahannya sebagaimana amanat UUD 1945 yang mengajarkan kesetaraan, kemajemukan, dan kebersamaan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Hakikat ‘bersama dalam kesetaraan’ adalah semangat kerja sama tanpa pamrih, tanpa pula melihat latar belakang status sosial ekonomi dan politiknya.

Kerja bersama yang dilandasi dengan kesetaraan inilah sebagai esensi dari kegotong- royongan. Sebuah pola kerja bersama yang sungguh cocok diterapkan saat ini, di era pemerintahan baru menuju visi Indonesia Emas 2045. Mari kita mulai. (Azisoko).

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.

Tags:
Pilkadaresolusi konflikego kelompokkesetaraan

Administrator

Reporter

Ade Mamad

Editor