Lalu pada sore harinya dirinya pun diberitahu oleh pihak RS jika bayinya dalam kondisi kritis. Pihak RS pun meminta MR untuk menandatangani dokumen untuk memasang oksigen tambahan.
“Setelah itu dia minta izin untuk saya menandatangani. Tapi saya nggak sempat saya baca semua. Saya katanya, pak tanda tangan dulu aja pak. Katanya ini surat izin untuk memasang oksigen tambahan," katanya.
Kemudian keesokan harinya dirinya pun diberi tahu oleh pihak RS bahwa bayinya sudah meninggal dunia. Namun yang disesalkannya, dirinya tidak sempat melihat kondisi tubuh anaknya bahkan hanya menerima jasad bayinya dari rumah sakit sudah dalam kondisi terbungkus kain kafan.
Setelah itu, pihak RS meminta MR untuk memakamkan jasad bayi tersebut. MR pun memakamkan jasad anaknya di tempat pemakaman umum (TPU) di kawasan Cilincing.
Namun sehari setelah pemakaman, istri MR meminta agar makam tersebut dibongkar karena ingin melihat jasad anaknya. Lalu dirinya meminta izin pada pihak TPU untuk membongkar makam tersebut.
Tetapi ada syarat dari pihak TPU sebelum memberikan izin dengan untuk tidak memviralkan terkait pembongkaran makam tersebut. Namun usai dibongkar mereka kaget melihat kondisi jasad bayi tersebut.
Jasad bayi tersebut berbeda dengan apa yang tercatat di rekam medis rumah sakit. Jasa bayi yang dikubur itu memiliki tingginya sekitar 70-80 sentimeter (cm), sedangkan bayinya yang tertulis pada catatan medis hanya 47 cm.
“Bayi saya itu panjangnya lebih dari 47 cm. Jadi itu bisa sampai 60-80 cm bearti bukan bayi saya dan bukan bayi yang berusia satu hari,” ungkapnya.
Dengan alasan itulah dirinya melaporkan kasus tersebut dan meminta pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.