"Paling nyari kontrakan yang deket-deket sini, cuma belum tau juga. Saya masih bingung, masih nunggu hari Senin," jelasnya.
Meski terancam direlokasi, tampak barang-barang milik Mariyam masih tertata rapih di dalam rumah. Bahkan barang elektronik juga masih terpampang di teras depan pintu rumahnya itu.
"Kalau saya yang penting bisa nyari nafkah, buat kebutuban sehari-hari cukup, udah itu aja," ungkapnya.
Sempat Direlokasi ke Rusun Kapuk
Diceritakan, dulunya Mariyam dan sejumlah warga pernah direlokasi ke Rusun Kapuk. Namun kembali ke tempat tersebut karena tidak sanggup bayar.
"Di Rusun juga susah, mau dagang juga bingung dagang apaan. Akhirnya pindah lagi ke sini," bebernya.
Julianto (29), salah satu penghuni kolong tol yang sudah memiliki KTP DKI Jakarta juga mesti merasakan hal yang sama. Rumah yang ia tempati bersama istri dan satu anaknya selama ini terpaksa harus ditinggal.
"Mau gak mau saya pindah, ya mau gimana lagi sudah aturannya begitu. Memang (tempat ini) punya pemerintah," kata dia.
Pria yang sehari-hari bekerja serabutan ini mengaku sudah sejak lama telah memikirkan untuk pindah ke rumah kontrakan. Bahkan sejak ia tahu bahwa warga kolong tol akan direlokasi.
"Kalau saya memang udah persiapan, ya saya terima aja," katanya.
Berbeda dengan Dijah (44) yang memilih pindah ke Rusun Rawa Buaya. Ia mengaku terpaksa pindah ke rusun karena bingung mencari tempat tinggal.
"Pindah buat nyari suasana baru aja Pak," katanya ditemui di Rusun Rawa Buaya.
Ibu rumah tangga yang bekerja sebagai buruh percetakan ini mengaku sejak kecil tinggal di kolong tol. Kini, ia, suami, dan anaknya harus pindah ke rusun.