Kala itu, 3 hakim PN Surabaya ini menyatakan bahwa kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat konsumsi minuman beralkohol, dan bukan karena luka akibat penganiayaan Ronald.
Namun, ketiganya ditangkap Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 23 Oktober atas dugaan menerima suap sebesar Rp20 miliar.
Mereka mendapatkan sejumlah uang tersebut dari pengacara Ronald, Lisa Rahmat, untuk memberikan vonis bebas terhadap Ronald.
Namun akhirnya, kasus ini terbongkar, dan Ronald kembali dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Dan saat ini, dia tengah mendekam di penjara dan harus menghadapi hukuman atas perbuatannya.
Sementara itu, ayahnya yakni Edward Tannur, dinonaktifkan dari jabatannya sebagai anggota DPR setelah kasus ini mencuat.
Ayah Ronald kemudian menyatakan kekagetannya dan menyampaikan permohonan maaf atas tindakan anaknya.
"Kami sebagai orang tua tidak pernah mengajarkan kepada anak kami untuk berbuat hal-hal di luar kemanusiaan. Di luar kebiasaan dia untuk tidak mencederai orang lain," ujar Edward.
Terbaru, ketiga hakim PN Surabaya ini dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 12 huruf e dan pasal-pasal terkait dalam UU Tipikor.
Dan Lisa Rahmat sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 6 ayat (1) dalam UU yang sama.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.