Kabinet Merah Putih yang berisikan 109 posisi mulai menuai sorotan. Seperti diketahui, kabinet berisi 48 menteri, 5 pejabat setingkat menteri dan 56 wakil menteri.
Jumlah personelnya lumayan besar lebih seratus orang, belum lagi utusan khusus, penasihat khusus dan lembaga baru yang dibentuk.
“Maksudnya dengan jumlah kementerian dan personel pendukungnya yang banyak, akan menambah beban anggaran negara?,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Ini bukan menyangkut soal anggaran sudah banyak dikupas dan dibahas.Namun, lebih kepada latar belakang dari para menteri dan wakil menteri,” kata Yudi.
“Latar belakangnya kan sudah jelas, kemarin sudah dirinci, ada yang dari politisi, akademisi, ahli, profesional, relawan, timses dan loyalis,” jelas mas Bro.
“Nah, itu soal politisi. Menurut perhitungan sebuah lembaga riset, politisi masih mendominasi ruang kabinet,” kata Heri.
Seperti diberitakan, lembaga riset , Celios, menyebutkan mayoritas nama kandidat yang dipanggil Prabowo untuk masuk kabinet didominasi politisi dengan persentase di atas 55 persen. Selebihnya profesional teknokrat, akademisi, tokoh agama, pengusaha dan selebritas.
“Itu nama – nama yang dipanggil sebelum pengumuman kabinet dan pelantikan para menteri, “ jelas Heri.
“Setelah pelantikan kabinet, terdapat 48 kementerian. Dari 48 menteri yang dilantik, 23 merupakan politisi, sedangkan 25 non politisi, baik unsur birokrat, pengusaha, tokoh agama, akademisi maupun TNI/polisi. Artinya, politisi tetap yang terbanyak,” jelas mas Bro.
“Politisi mendominasi kabinet bukan hanya kal ini. Sejak pemilu, pilpres secara langsung, peluang politisi menjadi menteri terbuka lebar ya,” kata Heri.
“Tetapi anehnya generasi era kini, Generasi Z yang lahir pada rentang tahun 1997 -2012 tidak tertarik dengan partai politik,” ujar mas Bro.
“Hanya satu persen Gen Z yang tertarik dengan partai politik, parlemen, seperti dikatakan Direktur Tata Negara Ditjen Administrasi Hukum Umum, Kemenkumham, Baroto, pada kuliah umum di UGM Yogyakarta, Rabu pekan lalu,” tambah mas Bro.
“Pasti ada sesuatu, mengapa generasi era kini ogah menjadi politisi, berikutnya menjadi menteri,” ujar Heri.
“Mungkin saja mereka lebih enjoy, jika menjadi menteri lewat jalur prestasi karena profesi dan keahliannya, bukan karena dukungan partainya,” ujar Yudi.
“Bisa jadi itu pola pikir generasi era kini. Selain soal kredibilitas terhadap parpol,” urai mas Bro. (Joko Lestari).
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.