Brigjen Mukti Juharsa Disebut Jadi Admin WA Grup dalam Sidang Korupsi PT Timah

Jumat 13 Sep 2024, 10:05 WIB
Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa. (Poskota.co.id/Pandi Ramedhan)

Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa. (Poskota.co.id/Pandi Ramedhan)

POSKOTA.CO.ID - Nama Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa disebut dalam kesaksian mantan Kepala Unit Produksi PT Timah Tbk Wilayah Belitung, Ali Syamsuri.

Ali Syamsuri merupakan salah satu saksi di sidang terdakwa Helen Lim, Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra, dan MB Gunawan.

Mukti Juharsa bukan pertama kali disebut dalam persidangan. Namun Kejaksaan Agung (Kejagung) belum memanggil eks Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Bangka Belitung tersebut.

Kejagung juga belum akan memanggil Mukti karena kerap beralasan belum ada usulan dari hakim untuk diperiksa.

"Yang bersangkutan (Mukti Juharsa) tidak (berstatus) sebagai saksi dalam berkas perkara maka tidak dipanggil ke pengadilan kecuali hakim memerintahkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar kepada wartawan, Kamis, 12 September 2024. 

Selain itu Harli mencoba menerangkan bahwa sampai hari ini masih ada pemeriksaan berkas perkara sehingga hasilnya nanti masih akan dipantau.

"Untuk memperoleh fakta-fakta yang lengkap, menunggu hasil pemeriksaan di pengadilan secara menyeluruh ya," ungkapnya.

Saat menjabat Dirkrimsus Polda Bangka Belitung, Mukti Juharsa disebut Ali Syamsuri pernah hadir dalam pertemuan dengan PT Timah di tempat makan di Tanjung Tinggi, Bangka Belitung. 

Dalam pertemuan itu, Ali Syamsuri diperkenalkan dengan Harvey Moeis, yang didakwa memperkaya diri Rp420 milliar dari korupsi timah tersebut.

Sedangkan nama Mukti Juharsa muncul ke permukaan saat pertama kali dalam sidang perkara korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis, 22 Agustus 2024.

Mukti Juharsa diduga menjadi admin grup WhatsApp bernama ‘New Smelter’, untuk memuluskan tindak pidana korupsi izin usaha pertambangan PT Timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. 

Berita Terkait
News Update