Obrolan Warteg: Menelisik Calon Independen. (Poskota/ Yudi Himawan)

Sental-Sentil

Obrolan Warteg: Menelisik Calon Independen

Selasa 10 Sep 2024, 07:03 WIB

Fenomena calon tunggal yang akan melawan kotak kosong pada pilkada serentak tahun 2024, sedang menjadi perbincangan publik.

Berbagai pendapat dilontarkan berbagai kalangan, tak terkecuali DPR, pemerintah dan KPU untuk menyiapkan opsi, jika kotak kosong yang memenangkan pilkada.

Di sisi lain, mencuat gagasan agar kotak kosong dihadirkan di setiap daerah pilkada,bukan hanya pada 41 daerah dengan calon tunggal.

Alasannya, memberikan opsi bagi masyarakat yang tidak setuju dengan pasangan calon kepala daerah (cakada) yang diajukan oleh parpol atau gabungan parpol.

Mengingat, banyak parpol mencalonkan kandidat kepala daerah yang tak sesuai dengan harapan warga atau tidak berdasarkan aspirasi masyarakat.

“Jika itu alasannya, dapat diartikan kehadiran kotak kosong itu bukan karena adanya calon tunggal, tetapi untuk menampung aspirasi warga yang menolak semua calon yang ada,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.

 “Lantas bagaimana dengan tampilnya calon independen, bukankah itu aspirasi masyarakat secara riil,” kata Yudi.

“Iya juga. Dapat dikatakan kekuatan pasangan calon independen itu setara dengan partai politik,” kata mas Bro.

“Kok bisa?,” tanya Heri.

“Ambang batas pengajuan cakada dari partai politik disamakan dengan pengajuan cakada dari jalur independen baik di provinsi, kabupaten maupun Kota,” kata mas Bro.

“Malah syarat bagi calon independen lebih berat, meski persentase ambang batasnya sama. Bagi calon independen ambang batas diambil dari DPT, sedangkan parpol berdasarkan suara sah hasil pemilu,” kata Yudi.

Seperti diketahui, untuk maju sebagai cagub-cawagub di provinsi dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa calon independen harus memperoleh dukungan suara paling sedikit 7,5 %.

Misalnya di Jakarta dengan DPT sekitar 8,2 juta jiwa, maka calon independen harus mengumpulkan KTP dukungan minimal 618.968. Sementara bagi parpol atau gabungan parpol minimal memperoleh 454.885 suara sah dalam pemilu di Jakarta. Dengan perhitungan 7,5 % dari 6.067.241 suara sah di Jakarta.

“Syarat minimal dukungan bagi calon perseorangan sepertinya lebih berat ketimbang parpol. Mengumpulkan KTP ratusan ribu orang bukan perkara mudah, apalagi dilakukan perseorangan, bukan lembaga berbadan hukum,” urai Heri.

“Bisa dikatakan begitu, tetapi ke depan, boleh jadi, lebih dipermudah agar muncul banyak calon independen,” kata mas Bro. (Joko Lestari).

Tags:
calon tunggalKotak Kosongpilkada-serentak

Administrator

Reporter

Ade Mamad

Editor