KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mencatat terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan cakada (calon kepala daerah) atau calon tunggal pada pilkada serentak 2024.
Calon tunggal terdapat di satu provinsi untuk pilgub di Papua Barat, 35 di kabupaten (pemilihan bupati – wakil bupati) dan lima di tingkat Kota (pemilihan Wali Kota – Wakil Wali Kota).
Calon tunggal sejatinya bukan fenomena baru karena sejak era reformasi dengan sistem pemilihan langsung pada pilkada serentak, sudah terdapat calon tunggal.
Misalnya, pada pilkada serentak 2015 terdapat tiga dari 269 daerah dengan calon tunggal. Pada pilkada 2017 terdapat sembilan dari 101 daerah dengan calon tunggal.
Pilkada serentak 2018 naik menjadi 16 daerah dengan calon tunggal dari 170 daerah yang menggelar pilkada. Naik lagi menjadi 25 daerah dengan calon tunggal dari 270 daerah pilkada serentak tahun 2020.
Pada pilkada tahun 2024 ini, jumlah calon tunggal meningkat menjadi 41 daerah dari 545 daerah yang menggelar pilkada serentak.
Dengan calon tunggal bukan berarti secara otomatis memenangi pilkada karena nggak ada lawan tanding. Pemilihan secara langsung tetap dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat memilih pasangan cakada sesuai hati nuraninya.
Kertas suara tetap diterbitkan. Bedanya, dalam kertas suara hanya ada satu gambar pasangan calon yang ikut kontestasi, sementara kotak di sebelahnya kosong tanpa gambar dan tulisan. Itulah sebabnya sering disebut kotak kosong atau calon tunggal melawan kotak kosong.
Jika calon tunggal memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah, dinyatakan menang dalam pemilihan. Sebaliknya, kalau perolehan suara kurang dari 50 persen, pilkada harus diulang.
Kapan pilkada itu diulang, apakah pada tahun berikutnya atau sesuai jadwal pilkada lima tahun mendatang, itu yang perlu segera dirumuskan.
Namun, jika melihat sejarah pilkada, semua calon tunggal berhasil memenangkan kontestasi. Hanya ada satu calon tunggal di Kota Makassar yang dikalahkan oleh kotak kosong.
Akankah 41 calon tunggal akan memenangkan kontestasi seperti pilkada serentak sebelumnya? Jawabnya peluangnya cukup besar jika merujuk ke masa lalu. Kita dapat memprediksi, tetapi tidak tahu pasti apa yang bakal terjadi.
Yang pasti calon tunggal adalah fakta politik yang tidak bisa dipungkiri, kehadiran kotak kosong untuk merespons aspirasi dalam berdemokrasi.
Kotak kosong bukan pelengkap penderita dalam kertas suara, tetapi penuh makna, tak ubahnya calon tunggal sebagai bagian dari dinamika demokrasi. (*)
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.