KEHENDAK DPR RI untuk mengevaluasi posisi Mahkamah Konstitusi (MK) menuai kontroversi dari berbagai kalangan. Tak sedikit yang mengatakan sependapat perlunya mengevaluasi posisi MK.
Alasannya, mendudukkan lembaga sebagaimana tupoksinya agar tidak melampaui kewenangan lembaga lain, DPR selaku pembuat undang-undang.
Alasan lain mencuatnya penilaian MK tidak konsisten dengan putusan ambang batas pencalonan. Gugatan soal ambang batas di pilpres ditolak karena legal policy-nya DPR, tetapi di pilkada dikabulkan dan membuat norma baru yang menjadi haknya DPR.
Di sisi lain, cukup banyak juga yang tidak sependapat dengan alasan dapat mengancam independensi MK yang didirikan dengan tujuan utama untuk menjamin sistem politik yang demokratis serta menjunjung tinggi hak asasi.
Tugas MK juga untuk menegakkan hukum dan keadilan, sehingga keputusan mengubah persyaratan calon kepala daerah pada pilkada itu untuk menegakkan keadilan bagi peserta pilkada. Bukan mengambil porsi DPR dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang.
Ada juga yang menilai bahwa rencana DPR mengevaluasi MK sangat politis dan tidak baik untuk demokrasi. Sebelumnya Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan lembaganya akan mengevaluasi posisi MK dalam jangka menengah dan panjang karena dianggap mengerjakan banyak urusan yang bukan menjadi kewenangannya.
Salah satu contohnya mengenai pilkada seharusnya MK meninjau ulang UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang bertentangan dengan UUD 1945, tetapi MK turun masuk pada hal teknis sehingga melampaui batas kewenangannya. Selain, banyak putusan yang mengambil kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang.
Lepas dari adanya kontroversi, sebelumnya banyak pihak menilai perlu adanya penataan dan penyempurnaan kembali semua sistem, baik pemilu, kelembagaan dan ketatanegaraan.
Terkait penataan sistem melalui revisi atau pembentukan undang-undang baru, menjadi kewenangan DPR dan pemerintah. Termasuk mengubah hierarki tata urutan peraturan perundang-undangan.
Menjadi renungan akankah putusan MK ke depan tidak lagi bersifat final dan mengikat atau penataan kembali mengenai kewenangan dan tugasnya? Jawabnya tunggu hasil evaluasinya, kita tidak bisa berandai-andai.
Tetapi satu hal yang tidak kalah mendesak adalah mengevaluasi sistem pemilu dan pilkada agar lebih demokratis, bersih, jujur, adil dan beradab. Hanya saja, evaluasi bukan lantas bongkar pasang ganti undang-undang setiap selesai pemilu. (*)
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita menarik setiap hari.