JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Serangan Iran terhadap Israel di depan mata. Ketegangan di Timur Tengah telah mencapai puncaknya sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Pembunuhan Kepala Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran, serta tokoh utama Hizbullah, Fuad Shukr, di Beirut, telah mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh kawasan.
Kemungkinan bahwa Iran akan menanggapi dengan serangan terhadap Israel yang bisa memulai perang regional semakin menguat.
Israel secara luas diyakini berada di balik pembunuhan Haniyeh dan telah mengklaim pembunuhan Shukr.
Setelah serangan brutal selama berbulan-bulan di Gaza yang menewaskan hampir 40.000 warga Palestina, serta eskalasi sebelumnya terhadap Iran dan sekutunya Hizbullah di Lebanon, ketakutan akan kemungkinan terburuk terus meningkat.
Ada kekhawatiran bahwa Lebanon, khususnya, bisa menjadi target jika konflik berkepanjangan terjadi.
Hampir seminggu telah berlalu sejak Haniyeh dan Shukr terbunuh, namun belum ada serangan besar terhadap Israel.
Respons Iran
Para diplomat bergegas ke seluruh wilayah untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Iran bersikeras akan memberikan respons.
Dikutip dari Aljazeera, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, mengatakan bahwa stabilitas regional hanya bisa dicapai dengan "menghukum agresor dan menciptakan pencegahan terhadap petualangan rezim Zionis".
Lalu, seperti apa respons Iran? Apakah akan menjadi upaya terukur yang diperhitungkan untuk menghindari perang regional, seperti respons terakhir mereka terhadap serangan Israel pada bulan April?
Atau apakah serangan terbaru ini memerlukan respons yang lebih kuat, meskipun berisiko memicu konflik lebih luas di kawasan Timur Tengah?
Pembunuhan Haniyeh telah memantik ketegangan antara Iran dan Israel ke titik tertinggi sejak Oktober lalu.
Kurang dari 24 jam sebelum pembunuhan Haniyeh, Israel membunuh Fuad Shukr, anggota pendiri sayap bersenjata Hizbullah, dan lima warga sipil di pinggiran selatan Beirut.
Israel menyalahkan Shukr atas serangan di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel yang menewaskan 12 anak-anak dan remaja Druze, namun Hizbullah membantah bertanggung jawab.
Respons Iran kemungkinan besar akan terukur. Pembunuhan Haniyeh di tanah Iran merupakan penghinaan besar bagi pemerintah Iran, namun hal ini tidak mengubah keinginan Iran untuk menghindari perang regional yang lebih luas.
Politik Iran telah lama terbagi antara garis keras dan reformis. Presiden baru, Masoud Pezeshkian, seorang sentris atau reformis, baru menjabat beberapa minggu.
Para analis berpendapat bahwa Pezeshkian lebih cenderung memilih pendekatan yang berhati-hati.
Pendekatan Diplomatik
Iran terus terlibat dalam diplomasi dengan berbagai negara, kecuali Israel. Ini menunjukkan bahwa Iran masih memiliki keinginan untuk menghindari perang yang lebih luas.
Para analis juga berpendapat bahwa respons Iran akan terkendali dan terukur, meskipun keterlibatan Hizbullah dan sekutu "poros perlawanan" lainnya tidak bisa diabaikan.
Respons Iran akan sangat menentukan arah ketegangan di Timur Tengah. Apakah mereka akan memilih langkah terukur atau respons yang lebih kuat, belum ada yang bisa memprediksinya.
Namun, satu hal yang pasti, semua pihak di kawasan ini harus berhati-hati dalam setiap langkah yang diambil untuk menghindari eskalasi yang lebih luas dan menghancurkan.
Sementara itu, ribuan pejuang baru telah bergabung dengan Poros Perlawanan. Aljazeera melaporkan bahwa 200.000 pejuang baru di Yaman telah bergabung dengan gerakan Ansarullah.
Bergabungnya ribuan pejuang tersebut membuat total kekuatan tentara Houthi menjadi sekitar 500.000 pejuang.
Dukungan Poros Perlawanan terhadap Palestina telah membuat kelompok ini sangat populer di dunia Muslim.
Amerika Serikat bahkan mengakui serangan di Yaman hanya memperkuat kelompok Houthi.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.