Kopi Pagi: Ketahanan Pangan Bergizi

Kamis 25 Jul 2024, 08:33 WIB
Ketahanan pangan bergizi

Ketahanan pangan bergizi

Tak kalah pentingnya menjaga stabilitas harga pangan bergizi yang dapat terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Jika harga pangan terus fluktuatif, tidak saja berdampak buruk bagi pembangunan pertanian, juga masyarakat secara keseluruhan,”

-Harmoko-

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat, di mana saja dan kapan saja. Maknanya, pada era pemerintahan siapa saja, negara wajib hadir memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Mengingat memperoleh bahan pangan merupakan hak asasi dalam rangka memberikan penghidupan yang layak bagi manusia sebagaimana amanat undang – undang.

Di sisi lain, ketidak- tersediaan pangan dapat menimbulkan ketidakstabilan ekonomi yang bisa berdampak kepada terjadinya gejolak sosial dan politik, yang pada gilirannya dapat membahayakan stabilitas nasional, jika kondisi pangan kian kritis.

Cukup beralasan, jika para founding fathers, seperti Bung Karno sejak awal, dalam pidatonya pada 27 April 1952 pernah menyatakan, "Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka “malapetaka”, oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner.

Karenanya pada tahap awal untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri adalah meningkatkan produktivitas pangan nasional.

Dalam soal beras saja,  saat sekarang, tiap tahunnya harus mampu memproduksi lebih dari 32  juta ton per tahunnya. Ini mengacu kepada jumlah penduduk saat ini yang di atas 276 juta jiwa, dengan asumsi, konsumsi beras per kapita sebesar 114,6 kilogram.

Ini baru soal beras, belum lagi soal komoditas pangan yang lain, yang wajib pula dipenuhi, setidaknya disediakan oleh negara agar rakyat dengan mudah dapat memperolehnya.

Di luar itu, tuntutan produk pangan era sekarang tidak sebatas kuantitas – jumlahnya terpenuhi, tetapi tersedianya pangan berkualitas lebih dari mencukupi.

 

Produk pangan wajib memenuhi standar mutu yang mencakup nilai gizi terpenuhi, sehat alami, bebas cemaran dan ramah lingkungan.

Dapat dikatakan tantangan pemerintahan mendatang, bukan sebatas terwujudnya ketahanan pangan nasional, jumlah produksi mampu memenuhi  jumlah konsumsi, tetapi lebih dari itu, yakni ketahanan pangan yang memenuhi standar mutu kesehatan sebagaimana dipersyaratkan.

Ini disebut tantangan mengingat kemandirian pangan saja hingga kini belum terpenuhi. Masih seringnya impor komoditas pangan sebagai indikasi. Lebih – lebih kedaulatan pangan masih menjadi harapan.

Berkaca kepada hal tersebut, maka pada tahap awal yang harus dilakukan adalah mewujudkan kemandirian pangan guna memperkuat ketahanan pangan.

Ketahanan pangan bukan sebatas tuntutan. Patut disadari ketahanan pangan bukan sekadar memenuhi kebutuhan, tetapi

kewajiban negara untuk memenuhinya sehingga terhindar dari ketergantungan impor.

Berikutnya adalah memenuhi mewujudkan ketahanan pangan sesuai standar kesehatan, selain penuh gizi,juga bebas cemaran dan ramah lingkungan sebagaimana tuntutan era sekarang.

Soal makan penuh nutrisi misalnya menjadi penting bagi pertumbuhan anak hingga dewasa. Menyiapkan generasi tangguh, sehat dan kuat harus dimulai sejak dini dengan memberikan makanan bergizi sejak bayi dalam kandungan, setidaknya hingga balita.

Karenanya program makan bergizi gratis bagi masyarakat kurang mampu patut diapresiasi karenanya tujuannya menciptakan generasi tangguh, sehat dan kuat.

Ini dapat dikatakan bantuan instan bagi masyarakat tidak mampu, lantas bagaimana dengan masyarakat yang tidak tergolong miskin, masyarakat menengah bawah yang juga perlu perlindungan.

Boleh jadi jumlahnya lebih besar karena merupakan mayoritas penduduk Indonesia yang juga perlu asupan makanan bergizi.

Ketahanan pangan penuh gizi tak bisa ditawar – tawar lagi agar semua anak – anak Indonesia sebagai pengisi generasi emas, benar – benar tangguh  menyongsong keadaan.

Tak kalah pentingnya menjaga stabilitas harga pangan bergizi yang dapat terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Artinya jangan sampai pangan tersedia dengan merata, berkualitas penuh nutrisi, tetapi rakyat tak mampu beli karena harga menjulang tinggi, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Rakyat tentu berharap harga pangan kian terkendali, peningkatan kesejahteraan petani semakin pasti guna mendorong proses regenerasi dalam rangka memperkokoh ketahanan pangan.

Jika harga pangan terus fluktuatif, tidak saja berdampak buruk bagi pembangunan pertanian, juga masyarakat secara keseluruhan. Manakala harga  melejit, konsumen menjerit. Harga anjlok, petani ikut terperosok. (Azisoko).

Berita Terkait

News Update