Kekerasan politik (political violence) sedang menjadi perbincangan dunia. Reaksi dunia pun satu suara, yakni mengutuk aksi kekerasan politik. (POSKOTA)

Kopi Pagi

Kekerasan Politik

Kamis 18 Jul 2024, 08:03 WIB

Saling hujat, caci memaki dan mencerca yang bersifat pribadi, apalagi hampa

substansi, tak perlu lagi terjadi di antara para elite.Jauhi intimidasi dengan segala

corak dan bentuknya untuk menjatuhkan lawan politik demi meraih kemenangan.”

-Harmoko-

 

Kekerasan politik (political violence) sedang menjadi perbincangan dunia. Reaksi dunia pun satu suara, yakni mengutuk aksi kekerasan politik, menyusul penembakan terhadap mantan Presiden AS yang juga bakal calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, saat kampanye di Butler, Pennsylvania.

Penembakan yang mengguncang perhatian dunia itu terjadi Sabtu sore waktu setempat atau Minggu (14/7/2024) pagi Waktu Indonesia Barat (WIB), ketika Trump sedang berpidato membakar semangat massa pendukungnya.

Apa yang menjadi latar belakang dan motivasi sehingga terjadi penembakan tersebut?. Jawabnya masih misteri.

Pihak keamanan dan berwenang masih terus menyelidiki peristiwa yang membuat Presiden ke -45 AS, Donald Trump, luka di bagian kanan kepala, selain menewaskan  seorang peserta kampanye, dua lainnya luka parah.

Lepas dari apa yang menjadi motivasi, penembakan yang dilakukan saat kampanye pilpres, disebutnya sebagai kekerasan politik politik itu sangat mencederai saat digelarnya kampanye damai. Kekerasan yang mengancam demokrasi harus dilawan.

“Tidak ada tempat sama sekali untuk kekerasan politik dalam bentuk apa pun di negara kami,” begitulah reaksi para pemimpin negara di dunia menyikapi.

Ada hal menarik yang disampaikan mantan Presiden AS, Barack Obama. Selain mengatakan tidak ada tempat sama sekali bagi kekerasan politik dalam demokrasi kita, Obama juga menyinggung perlunya menggunakan momentum ini untuk berkomitmen kembali pada kesopansantunan dan rasa hormat dalam politik kita.

Dapat ditafsirkan, kesantunan politik, saling menghargai dan menghormati merupakan hal penting dalam berpolitik.

Maknanya, di AS, negara maju  yang menjunjung tinggi sendi – sendi demokrasi serta hak asasi, kesantunan politik menjadi sebuah kebutuhan.

Lantas bagaimana dengan  negara kita? Jawabnya, mestinya lebih dikedepankan, menjadi keniscayaan di atas keberagaman guna mewujudkan demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Terlebih nilai-nilai luhur falsafah bangsa kita. Pancasila, mengajarkan soal kesantunan, saling menghargai dan menghormati atas perbedaan yang ada. Bukan mempertentangkannya, bukan pula membencinya karena akan berujung kepada permusuhan dan perpecahan.

Dialog dan musyawarah perlu dikedepankan untuk menyelesaikan perbedaan, bukan dengan cara – cara kekerasan. Begitu juga perbedaan dalam kontestasi menuju pilkada mendatang.

Perbedaan dukungan dan pilihan calon kepala daerah (cakada) tidak akan terhindarkan karena itulah demokrasi, tetapi hendaknya perbedaan tidak berlanjut kepada perselisihan, menumbuhkan kebencian dan kekerasan politik dalam bentuk apa pun.

Bicara kekerasan, tentu tak hanya bersifat fisik. Begitu juga dengan kekerasan politik, bukan hanya berhubungan dengan kekerasan fisik seperti pemukulan, penganiayaan.

Rangkaian intimidasi, menakut- nakuti, menghalang – halangi massa mendatangi lokasi kampanye, merusak alat peraga salah satu peserta pilkada dan sejenisnya bagian dari aksi kekerasan politik. Setidaknya dapat diklasifikasikan sebagai kekerasan bermotif politik (political motivated violence).

Ditengarai, beragam intimidasi seperti disebutkan tadi, dengan tujuan menyampaikan pesan politik tertentu terhadap individu atau kelompok yang dianggap sebagai lawan politik. Terselip tujuan, muncul ketakutan atau keraguan sehingga mengalihkan dukungan.

Kita berharap, kekerasan politik baik fisik maupun non fisik tidak terjadi pada pilkada serentak mendatang.

Sikap para pemimpin negara di dunia yang tidak memberi ruang dan tempat untuk kekerasan politik apapun bentuknya, menjadi bukti kekerasan politik tidak dikehendaki kehadirannya di muka bumi ini.

Para elite politik hendaknya berdiri paling depan untuk menghalau sementara pihak yang berupaya menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan dan jabatan, termasuk melalui kekerasan politik dengan beragam polanya.

Saling hujat, menghasut, caci memaki dan mencerca yang bersifat pribadi, apalagi hampa substansi, tak perlu lagi terjadi di antara para elite, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media.

Jauhi perlakuan intimidasi dengan segala corak dan bentuknya untuk menjatuhkan lawan politik demi meraih kemenangan.

Yang perlu ditampilkan pesona kesantunan dalam politik. Santun dalam ucapan dan tulisan (cuitan), santun pula dalam merespons dialog di ruang publik, meski beda aspirasi politik. (Azisoko).

Tags:
kekerasan politikmengutukpenembakan mantan presiden ASDonald Trumpkampanye damai

Administrator

Reporter

Ade Mamad

Editor