Kopi Pagi: Dewan Pertimbangan

Senin 15 Jul 2024, 07:59 WIB
Kopi Pagi: Dewan Pertimbangan (poskota.co.id)

Kopi Pagi: Dewan Pertimbangan (poskota.co.id)

Sebagai manusia apapun profesinya, dimanapun berada harus memberikan nilai tambah bagi sekelilingnya. Lebih- lebih pejabat negara wajib memberi keteladanan dalam memberikan nilai tambah bagi kemajuan masyarakat, bangsa dan negara..

-Harmoko-

 

Dalam struktur organisasi, kita kenal istilah dewan penasehat, dewan pembina, atau dewan pertimbangan. Lazimnya, dewan penasihat ini diisi oleh tokoh yang telah berpengalaman, seperti mantan ketua organisasi itu sendiri. Sebut saja di kepengurusan RT/RW, paguyuban dan organisasi sosial lainnya.

Dalam kepengurusan partai politik, dikenal  juga adanya dewan penasihat, dewan pembina, majelis pertimbangan, dewan kehormatan dan majelis syuro dan sejumlah nama lain yang serupa.

Bahkan, dalam parpol, dewan atau majelis ini memiliki kewenangan tertinggi mengambil keputusan yang bersifat strategis. Sementara, secara struktural, kepemimpinan tertinggi harian parpol berada di tangan ketua umum.

Kita tahu, kehadiran parpol hingga ke seluruh pelosok daerah menjadi penting, lebih-lebih jika dikaitkan dengan proses rekrutmen politik dan kaderisasi yang inklusif guna mempersiapkan calon-calon pemimpin nasional.

Di antaranya dengan menempatkan kadernya pada sejumlah jabatan strategis, termasuk melalui jalur pilkada hingga pilpres.

Yang hendak kami sampaikan bahwa dewan penasehat, dewan pertimbangan menjadi kelaziman dalam sebuah organisasi, bukan hanya karena eksistensinya, juga fungsi dan perannya.

Begitu juga dalam hubungannya dengan ketatanegaraan, keberadaan dewan penasihat bukanlah yang baru dan tabu.

Pada masa keemasan Kerajaan Majapahit di abad ke-14, Raja Hayam Wuruk memiliki tujuh penasihat agung kerajaan. Ketujuh penasihat agung tersebut merupakan resi (pertapa, orang suci) lintas generasi yang bersatu untuk membantu kemenangan Kerajaan Majapahit menghadapi peperangan dan memajukan kerajaan hingga mencapai puncak kejayaan.

Ketujuh penasihat agung tersebut, menurut sejumlah literatur, memiliki keahlian beragam. Ki Ageng Resi Gagak Serut (ahli manajemen logistik peperangan), Ki Ageng Resi Saloko Gading (ahli hukum dan ketatanegaraan), Ki Ageng Tunggul Manik ( ahli strategi perang), Ki Ageng Jabung (ahli ramal perbintangan dengan tepat),  Ki Ageng Manting (ahli dalam penempatan personel), Ki Ageng Barat Wojo (ahli intelijen) dan Ki Ageng Mayang Koro ( penasihat bijak. Dia mampu membantu sang raja membuat sejumlah keputusan strategis untuk mendukung pertumbuhan dan kestabilan Majapahit).

Secara kolektif, kehadiran tujuh penasihat agung tersebut telah berkontribusi membantu Majapahit meraih kejayaan.

Belajar sejarah, meski bukan untuk kembali ke masa lalu, tetapi mengadopsi kejayaan masa lalu dengan memodifikasi di era kekinian, bukanlah kekeliruan, sebagaimana kita mengadopsi kemajuan bangsa lain.

Sebuah fakta bahwa negara maju seperti Amerika Serikat hingga kini masih menempatkan sejumlah tokoh ahli sebagai penasihat, yang disebut Penasihat Senior Presiden.

Era pemerintahan sekarang, Presiden Joe Biden, memiliki sejumlah penasihat senior yang memiliki beragam keahlian seperti politik, ekonomi, komunikasi dan keterlibatan publik.

Lantas bagaimana dengan negara kita?Jawabnya ada wacana Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) akan dilegalkan menjadi lembaga negara, sebut saja Dewan Pertimbangan Agung (DPA) setara kedudukannya dengan Presiden.

Banyak yang menilai perubahan kelembagaan ini tak ubahnya kembali ke masa lalu. Penilaian ini tidaklah salah, tetapi mengadopsi masa lalu, bukanlah kesalahan, apalagi jika sebagai pijakan untuk perbaikan di masa mendatang.

Jika dikatakan dulu, DPA tidak berfungsi optimal, yang salah bukan lembaganya, tetapi lebih kepada pelaksanaannya, operasionalnya.

Rakyat tentu sangat berharap dewan penasehat , dewan pertimbangan agung, dewan pertimbangan negara atau apa pun namanya nantinya lebih berperan menjalankan tugasnya demi kemajuan dan kejayaan bangsa sebagaimana peran Penasihat Agung di masa keemasan Kerajaan Majapahit.

Jika pada keanggotaan DPA mendatang, misalnya terdapat mantan presiden, hendaknya bukan semata sebagai bentuk penghargaan, tetapi benar – benar sebuah kebutuhan. Bukan pula sebatas simbolisasi politik dukungan, tetapi lebih kepada tujuan politik yang mulia dalam membangun bangsa dan negara.

Tak kalah pentingnya, siapa pun yang duduk sebagai anggota DPA, harus memberi nilai tambah bagi kejayaan bangsa. Singkirkan sikap “ewuh pakewuh- tidak enak hati, merasa sungkan” ketika harus memberikan masukan dan pertimbangan kepada presiden, baik diminta maupun tidak diminta.

Sebagai manusia apapun profesinya, dimanapun berada harus memberikan nilai tambah bagi sekelilingnya. Lebih – lebih pejabat negara wajib memberi keteladanan dalam memberikan nilai tambah bagi kemajuan masyarakat, bangsa dan negara seperti acap disinggung Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” dimedia ini.

Setidaknya memberi nilai tambah bagi diri sendiri, dengan menjalankan tugas dan profesinya secara baik dan benar. Tidak melanggar aturan.Tidak memanfaatkan status dan jabatannya, lebih – lebih menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi dan koleganya. (Azisoko).

Berita Terkait
News Update