Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Rancangan Undang – Undang tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Makna yang dapat disimak adalah lembaga Wantimpres yang sebelumnya di bawah kelembagaan kepresidenan (kekuasaan eksekutif) akan menjadi sejajar dengan presiden, tak ubahnya lembaga lain seperti DPR dan MA.
Dulu, di masa Orba, terdapat lembaga DPA karena memang tersurat secara jelas dalam UUD 1945. Tetapi setelah amandemen tahun 2004, lembaga DPA dihapuskan, diganti menjadi Wantimpres.
Kini, akan dikembalikan menjadi DPA sebagai lembaga negara.Kelembagaan diperkuat, namun, fungsinya tetap sama, yakni bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden.
Perubahan lainnya, seperti tertuang dalam draft revisi, adalah syarat – syarat keanggotaan dan jumlah anggota yang sekarang dalam Wantimpres sebanyak delapan orang menjadi sesuai keputusan presiden terpilih.
Bisa saja ke depan jumlah anggota DPA akan bertambah, jika memang perlu ditambah. Mengenai posisi DPA tetap berstatus sama sebagai pejabat negara.
Rencana perubahan kelembagaan Wantimpres ini tak urung menuai kontroversi, itulah dinamika demokrasi, ada yang mempertanyakan urgensi perubahan, mengingat fungsinya sama. Ada juga yang mempertanyakan dasar hukum atas perubahan dimaksud.
Di sisi lain, sejumlah politisi mendukung perubahan dimaksud, dengan harapan presiden semakin banyak mendapat masukan dalam menjalankan pemerintahan.
Dengan kelembagaan DPA yang bukan lagi di bawah kekuasaan presiden, tetapi setara dengan presiden, secara secara legalitas posisinya semakin kuat dalam menjalankan fungsinya memberikan nasihat, pertimbangan, dan masukan kepada presiden, baik diminta maupun tidak.
Semesinya dengan kedudukan yang sejajar, tidak perlu ragu dan canggung lagi dalam memberikan nasihat dan masukan. Tidak perlu merasa enak dan tidak enak.Beda, seperti Wantimpres yang di bawah kekuasaan presiden.
Akan bertambah kuat lagi, jika DPA diisi oleh tokoh – tokoh yang berkualitas, orang – orang hebat dan berpengalaman dengan masalah pemerintahan dan ketatanegaraan, baik di bidang sosial, politik, ekonomi dan keuangan.
Menjadi simbol status, jika kinerjanya kurang kritis, lebih – lebih jika diisi oleh mereka sebagai balas jasa. (*).