Akan tetapi jika pemeriksaan ahli membuktikan bahwa E merupakan ODGJ, maka penetapan pidana terhadapnya bisa dihapuskan.
Dinukil dari Hukum Online, terdapat beberapa aturan yang mengatur penghapusan pidana karena beberapa alasan. Salah satunya adalah alasan pemaaf.
“Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tak waras atau gila sehingga tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu,” tulis laman Hukum Online.
Contoh alasan pemaaf ini dapat dilihat dari Pasal 44 KUHP serta Pasal 38 dan Pasal 39 UU 1/2023.
Pada Pasal 44 ayat (1) KUHP, dijelaskan bahwa barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Pasal 44 ayat (2) KUHP, menguraikan jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
Sementara di Pasal 38 UU 1/2023, berbunyi setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dapat dikurangi pidananya dan/atau dikenai tindakan.
Terakhir, Pasal 39 UU 1/2023, memaparkan bahwa setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menyandang disabilitas mental, yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat, tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan.