Ribuan Aliansi Buruh Turun ke Jalan Minta Batalkan Tapera Dalam Sepekan

Kamis 06 Jun 2024, 14:45 WIB
Sejumlah buruh yang tergabung dari Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024. Dalam aksi tersebut mereka menolak Pemerintah Pusat terkait PP Tapera, Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal, KRIS BPJS Kesehatan, Omnibuslaw Cipta Kerja dan meminta menghapus OutSourching Tolak Upah Murah.(Poskota/Ahmad Tri Hawaari)

Sejumlah buruh yang tergabung dari Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024. Dalam aksi tersebut mereka menolak Pemerintah Pusat terkait PP Tapera, Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal, KRIS BPJS Kesehatan, Omnibuslaw Cipta Kerja dan meminta menghapus OutSourching Tolak Upah Murah.(Poskota/Ahmad Tri Hawaari)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ribuan buruh menggelar unjuk rasa (unras) di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Kamis 6 Juni 2024.

Buruh dari berbagai aliansi itu turun ke jalan menuntut PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang tabungan perumahan rakyat (tapera) dibatalkan.

"Kami meminta di depan Istana agar bapak Presiden Jokowi mencabut PP Nomor 21 tahun 2024 tersebut," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal kepada wartawan, Kamis.

Aksi hari ini diikuti berbagai aliansi buruh dari luar kota. Buruh memberikan waktu pemerintah sepekan untuk membatalkan PP Nomor 21 Tahun 2024 itu.

"Bilamana ini tidak dicabut, maka akan dilakukan aksi yng lebih meluas di seluruh Indonesia dan melibatkan komponen masyarakat yang lebih luas," jelas Iqbal.

Ada beberapa alasan buruh meminta agar PP Nomor 21 Tahun 2024 itu segera dibatalkan secepatnya.

Salah satu alasan yang paling mendasar agar PP ini dibatalkan yaitu tidak ada kepastian bagi peserta Tapera mendapatkan rumah.

"Padahal ini programnya adalah perumahan dengan rata-rata upah Rp3,5 juta rupiah, rata rata upah ya untuk Indonesia kalau dipotong 3 persen berarti kan 105 ribu," kata Iqbal.

"Setahun kali 12, Rp1,26 juta, kalau 10 tahun cuma Rp12,6 juta, katakanlah 20 tahun dipotong iurannya hanya Rp25,2 juta, mana ada rumah harganya Rp12,6 juta sampai Rp25,2 juta," sambungnya.

Alasan lain, Iqbal mempertanyakan sikap pemerintah yang nantinya bakal mengelola potongan 2,5 persen dari upah buruh dan 0,5 persen dari pengusaha. 

Padahal yang dikelola adalah uang rakyat. Ia khawatir jika uang rakyat itu justru malah menjadi sarang korupsi.

"Pertanyaannya ada jaminan enggak bakal dikorupsi? Asabri dikorupsi besar-besaran, Taspen korupsi besar-besaran, itu dikelola oleh pemerintah oleh para menteri yang bertanggung jawab, buktinya dikorupsi. Kami masyarakat sipil khususnya buruh, tidak rela uang ini dikorupsi," tegasnya.

Selain menuntut Tapera dibatalkan, massa buruh juga meminta UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, Permendikbud tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan sistem Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan juga turut dicabut. (Pandi)


Berita Terkait


News Update