JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sejumlah organisasi pers atau media menggelar unjuk rasa (unras) di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin 27 Mei 2024, dalam rangka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang dinilai mengancam kebebasan pers.
Adapun unras dihadiri diantaranya dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jakarta, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, hingga Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).
Dalam unras tersebut demonstran dari organisasi pers ini secara tegas menuntut pembatalan seluruh pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran yang berpotensi membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Adapun salah satu yang dibahas yang dinilai dapat memberangus kebebasan pers yakni dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran atau RUU Penyiaran.
Pasal 50B Ayat (2) huruf c disebutkan terkait penayangan eksklusif media investigatif yang berbunyi: Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:...(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan mengatakan bahwa sejauh ini DPR masih menggodok agar Pasal yang dinilai bermasalah dalam RUU Penyiaran ditiadakan.
"Kita sekarang sedang memperjuangkan gimana caranya Pasal itu nggak masuk ke dalam UU. Prosesnya sekarang masih ada di badan legislasi," kata Farhan kepada demonstran.
"Badan legislasi akan menentukan apakah akan boleh dibahas di periode sekarang yang akan berakhir bulan Agustus atau dilanjutkan periode DPR RI mendatang," tambahnya.
Organisasi pers menyerukan beberapa hal, diantaranya:
1. Menolak pasal yang memberikan wewenang berlebihan kepada pemerintah untuk mengontrol konten siaran. Pasal ini berpotensi digunakan untuk melakukan sensor dan menghalangi penyampaian informasi yang objektif dan kritis.
2. Menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Ini dapat membatasi ruang gerak media yang tidak berpihak dan mengurangi keberagaman suara dalam penyampaian informasi kepada publik.
3. Menolak pasal yang mengatur sanksi berat bagi pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional ini dapat menimbulkan efek jera bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
4. Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera melakukan revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk organisasi pers dan masyarakat sipil.
5. Mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Kami menyerukan kepada seluruh jurnalis, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk tetap waspada dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan pers. (Pandi)