JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) melantik Suharto sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Non-Yudisial di Istana Negara, Jakarta pada Rabu, 15 Mei 2024. Ia menggantikan Hakim Agung Sunarto yang telah menjabat Wakil Ketua MA Bidang Yudisial.
Pelantikan Suharto menjadi Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 54/P Tahun 2024 tentang Pemberhentian dengan Hormat Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung dan Pengangkatan Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial.
Adapun pemilihan Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial diikuti empat kandidat. Mengingat belum memenuhi kuorum, pemilihan berlanjut pada putaran kedua yang menyisakan dua kandidat, yakni Suharto dan Haswandi.
Pada putaran kedua ini, Suharto unggul dengan perolehan 24 suara, sedangkan Haswandi meraih 22 suara.
Kepada Poskota beberapa waktu lalu, Suharto mengaku tidak pernah berpikir akan menjadi salah seorang pimpinan tertinggi di lembaga peradilan Indonesia, MA.
"Seperti mimpilah, karena kami tidak pernah berpikir ke sana. Kenapa saya katakan serasa mimpi, karena saya menduduki Ketua Kamar Pidana ini baru 6 bulan," kata laki-laki kelahiran Madiun, 13 Juni 1960 Poskota pada Senin, 13 Mei 2024 di kantornya.
Kendati demikian, alumnus Fakultas Hukum Universitas Jember (1984) dan penyandang gelar Magister Hukum dari Universitas Merdeka Malang (2003) itu berkomitmen mendampingi Ketua MA dan juga Wakil Ketua MA bidang Yudisial untuk mengemban amanah sebaik-baiknya.
Suharto mengaku sudah mengikuti seleksi hakim agung hingga gagal sebanyak tiga kali.
"Pertama di 2017, saya mencoba peruntungan daftar sebagai hakim agung. Waktu itu saya Panmud Pidana Umum MA dan ketua kamarnya masih Pak Artijo Alkostar. Di kualitas lolos tapi di tahap 3 yaitu rekam jejak, substansi, kesehatan, saya tidak lulus di KY," terangnya.
Kemudian pada 2018, mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kediri (2005) ini mendaftar lagi, tapi tidak lulus pada tahap kualitas. Untuk ketiga kalinya, ia pun gagal sebagai hakim agung.
Belum juga menyerah, Suharto kemudian mendaftar sebagai hakim agung, lalu dinyatakan lulus oleh KY.
"Yang keempat baru lulus kualitas, lulus tahap tiga, rekam jejak, kesehatan, substansi, wawancara di KY. Sampailah ke DPR, Alhamdulillah, di DPR berjalan lancar. Tepat 19 Oktober 2021, saya dilantik sebagai hakim agung," ujarnya.
Setelah dilantik menjadi hakim agung, pertanyaan masih saja mengganjal di hatinya. Sebab, ia merupakan orang ketiga mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjadi hakim agung. "Maka saya berpikir itu mitos atau fakta kalau Ketua PN Jakarta Pusat susah menjadi hakim agung?" ujarnya.
Suharto mengawali karier di lembaga peradilan Indonesia sebagai CPNS calon hakim (cakim) di PN Madiun pada 1985. Lalu 1987, ia diangkat menjadi hakim di PN Kota Baru, Kalimantan Selatan.
Beberapa jabatan penting lain yang pernah diemban Suharto di antaranya, Wakil Ketua PN Samarinda (2009-2010), Wakil Ketua PN Jakarta Utara (2010-2011), Ketua PN Jakarta Pusat (2011-2013), Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Makassar, Panmud Pidana Umum MA, hingga Panmud Pidana Khusus MA. (Sormin)
Dapatkan berita pilihan editor dan informasi menarik lainnya di saluran WhatsApp resmi Poskota.co.id. GABUNG GRATIS DI SINI.