Aktivitas pedagang saat menata foto presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di lapak penjual bingkai kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2024). Setelah penetapan presiden dan wakil presiden terpilih oleh KPU, Penjual bingkai foto presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029 di Pasar Baru kebanjiran pesanan sebanyak ratusan hingga kini dan di jual mulai dari Rp150.000 hingga Rp1.000.000 dari berbagai ukuran.Poskota/Ahmad Tri Hawaari

Opini

Kabinet Dijejali Politisi Akan Rugikan Rakyat

Selasa 07 Mei 2024, 05:00 WIB

PRABOWO Subianto telah ditetapkan sebagai Presiden terpilih oleh KPU. Prabowo langsung melakukan berbagai langkah untuk rencana pembentukan kabinetnya. 

Prabowo begitu semangat untuk merangkul semua parpol ke dalam kabinetnya. Hal ini tergambar, mayoritas dijejali oleh orang parpol atau politisi, bukan zaken kabinet. Jika cabinet dijejali politisi akan berisiko.

Sejauh ini, di Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung Prabowo-Gibran sudah ada parpol parlemen Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, lantas Nasdem dan PKB sudah menyatakan akan mendukung atau bergabung ke Kabinet Prabowo. Ini langsung memberi gambaran kabinet gemuk, dalam arti dari parpol.

Ternyata itu belum cukup, Prabowo masih gencar mendekati PDIP.  Namun, upaya Prabowo bertemu Megawati untuk menarik PDIP ke kabinetnya, belum terwujud juga, meski dulu disebutkan akan dilakukan usai sidang MK, kini sidang sengketa Pilpres di MK sudah usai.

Yang menarik, soal keinginan PKS untuk ikut bergabung ke kabinet Prabowo, ternyata mendapat tentangan dari Gelora, partai non parlemen yang dari awal mendukung Prabowo. Alasan Gelora menolak PKS bergabung karena saat kempanya, partai islam itu sering menyerang Prabowo-Gibran.

Apa yang disampaikan Partai Gelora ternyata juga didukung oleh PAN, dengan mengatakan bahwa PKS lebih baik di oposisi karena menganggap PKS sudah terlatih berada di luar pemerintahan. PAN memandang, PKS di dalam dan di luar ya sama aja.

Sementara, parpol yang dari awal mendukung Prabowo Gibran juga menampakkan kekhawatiran, kalau makin banyak ditarik bergabung, maka jatah Menteri bagi mereka akan berkurang.
Dari informasi yang tergambar di atas, maka akan terbentuk Kabinet Prabowo yang didominasi oleh orang parpol. Dan informasi yang berkembang, masing-masing parpol sudah mendesakkan orangnya untuk mengisi kementerian tertentu.

Kini beredar pengertian ada kementerian basah, dan kementerian elektoral, dan pos terkait hukum. Kementerian basah dan elektoral  banyak diincar parpol. Di sektor kementerian basah, ada Kementerian ESDM, Kehutanan, Pertanian, Perdagangan, Perindustrian. Untuk kementerian elektoral, misalnya Kemendagri, Kemensos, Kemenag, Kemenkominfo, Kementerian Desa, dan lainnya.

Kementerian basah, parpol mengincar karena ingin mendapatkan logistik sebanyak-banyaknya, lantas kementerian elektoral terkait langsung dengan rakyat banyak, yang menguntungkan parpol untuk mendulang suara di pemilu.

Hal seperti ini memberi gambaran pula bahwa parpol lebih mengedepankan kepentingan partainya ketimbang kepentingan rakyat banyak. Dari hal ini mengundang potensi korupsi dan merugikan rakyat.

Berikutnya, dengan makin banyaknya parpol bergabung ke dalam kabinet, jelas akan mengulang cabinet Jokowi yang lalu, dimana akan berpengaruh ke DPR. Begitu pimpinan parpol jadi Menteri, maka mereka akan mengerahkan anggotanya di DPR untuk mendukung pemerintah.

Di era Presiden Jokowi, karena hampir semua parpol disedot ke kebinet, maka apa pun yang disodorkan pemerintah ke DPR selalu disetujui. Misalnya, dalam hal pembentukan Undang-undang, apa yang disodorkan pemerintah, DPR selalu menyetujui.

Contohnya UU Cipta Kerja dan UU IKN yang banyak diprotes rakyat. Bahkan dalam UU Cipta Kerja, saat digugat ke MK, dan MK menyebutkan UU itu harus diperbaiki dalam dua tahun, kalau tidak diperbaiki maka akan inkonstitusional, yang terjadi kemudian Jokowi mengirim Perppu yang isinya sama persis UU Cipta Kerja, dan DPR ternyata menyetujui.

Demikian juga dalam kasus UU IKN, pembentukannya seperti dikejar target, dalam waktu singkat UU IKN itu disetujui oleh DPR. Nah, ternyata baru sebulan disetujui dan disahkan, ternyata pemerintahan Jokowi mengirim lagi UU IKN itu untuk direvisi.

Dari era Jokowo dapat dipetik pelajaran bahwa dukungan hampir semua parpol ke pemerintah hanya lebih mementingan untuk kepentingan politik kekuasaan, dan mengabaikan suara dan tunturan rakyat.

Hal yang demikian jelas merugikan rakyat, dan demokrasi akan terganggu karena dominasi kekuasaan yang sudah seperti istilah Gus Mus, Republik rasa kerajaan. Sampai sekarang, UU Cipta Kerja itu masih menjadi masalah besar bagi kaum buruh, dalam setiap demonya, kalangan buruh atau pekerja menuntut agar UU Cipta Kerja dicabut. (**)


 

Tags:
kabinet prabowoPrabowo GibranPresiden TerpilihOposisiKoalisi

Administrator

Reporter

Aminudin AS

Editor