Tindakan Jokowi Promosikan Prabowo-Gibran Dinilai Tak Langgar Hukum, Ini Kata Hakim MK

Senin 22 Apr 2024, 14:40 WIB
Calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar saat mengikuti sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024). Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan perselisihan hasil pilpres 2024 usai melaksanakan sejumlah sidang diantaranya mendengar gugatan, pemeriksaan saksi dan ahli hingga meminta keterangan dari empat menteri.Poskota/Ahmad Tri Hawaari

Calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar saat mengikuti sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024). Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan perselisihan hasil pilpres 2024 usai melaksanakan sejumlah sidang diantaranya mendengar gugatan, pemeriksaan saksi dan ahli hingga meminta keterangan dari empat menteri.Poskota/Ahmad Tri Hawaari

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut tindakan Presiden Jokowi mempromosikan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bukanlah pelanggaran hukum.

Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan putusan perkara sengketa hasil Pilpres 2024, Senin, 22 April 2024. Dalam hal ini dalil tersebut dilayangkan oleh kubu 01 yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

"Dari sisi hukum positif mengenai pemilu, saat ini pola komunikasi pemasaran juru kampanye yang melekatkan citra dirinya kepada kandidat/paslon tertentu, bukanlah tindakan yang melanggar hukum," kata Hakim Konstitusi Ridwan Manyur di ruang sidang MK.

Kendati demikian, kata Ridwan, majelis hakim menilai bahwa tindakan Jokowi mempromosikan Prabowo-Gibran berpotensi menjadi persoalan etika di masyarakat. Terlebih dalam hal ini, Jokowi adalah selaku Presiden RI.

"Seharusnya Presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral dalam ajang kontestasi memilih pasangan presiden dan wakil Presiden yang akan menggantikan dirinya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan," kata Ridwan.

Menurut mahkamah, Presiden seharusnya bisa membatasi diri ketika menyampaikan pendapat di muka umum. Sebab apa yang disampaikan Presiden dianggap masyarakat sebagai bentuk pernyataan yang mutlak.

"Namun kerelaan adalah wilayah moralitas, etis, ataupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan dengannya, yaitu ketidakrelaan, tentunya tidak dapat dikenakan sanksi hukum, kecuali apabila wilayah kerelaan demikian telah terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang," ujarnya. (Pandi)

Dapatkan berita pilihan editor dan informasi menarik lainnya di saluran WhatsApp resmi Poskota.co.id. GABUNG DI SINI

Berita Terkait
News Update