“HATIKU hancur mengenang dikau.Berkeping-keping jadinya.Kini air mata jatuh bercucuran.Tiada lagi harapan..”
Itulah senandung mas Bro ketika memasuki warteg untuk maksi bersama sohibnya, Heri dan Yudi.
“Rupanya ada yang lagi bahagia, sehabis mudik lebaran,” sindir Heri mengawali obrolan warteg.
“Itu bukan bahagia, tetapi senandung sedih. Judul lagunya ‘Layu sebelum berkembang’ yang dinyanyikan Tetty Kadi.Dirilis tahun 1985 dalam album Teratai Putih. Sangat populer di saat saya remaja,” jelas mas Bro.
“Wah cukup lengkap infonya.Sepertinya mas Bro punya memori dengan lagu itu. Punya nostalgia,” kata Ayu Bahari, pedagang warteg ikut nimbrung.
“Nggak ada nostalgia Yu. Yang penting jalani aja,” kata mas Bro.
“Istilah layu sebelum berkembang sekarang juga lagi aktual untuk hak angket kecurangan pemilu,” celetuk Yudi.
“Jangan dulu menyimpulkan. Sekarang memang belum berkembang, boleh jadi nanti tidak cuma berkembang, tetapi malah berbuah,” jelas mas Bro.
“Bukan bermaksud menyimpulkan, tetapi itu adalah pendapat pengamat dengan melihat progress hak angket di DPR hingga sekarang,” ujar Yudi.
“Masih ada waktu satu semester bagi anggota dewan sekarang untuk menggolkan hak angket dugaan kecurangan pemilu,” kata mas Bro.
“Itu kalau mayoritas anggota DPR, minimal 50 persen plus 1 setuju. Jika tidak, ya, dapat dikatakan layu sebelum berkembang,” jelas Yudi.