KEPUTUSAN Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut Pramuka sebagai ekstrakulikuler tak wajib menuai kritik sejumlah pihak.
Pramuka sebelumnya merupakan kegiatan ekstrakurikuler wajib seperti diatur dalam Permendikbud No. 63 Tahun 2014.
Kini, setelah dikeluarkan aturan Permendikbud No. 12 Tahun 2024 yang dikeluarkan pada 25 Maret, Pramuka dikategorikan sebagai ekstrakurikuler pilihan atau tidak wajib.
Padahal, kiprah Pramuka sejauh ini sangat baik. Ada segudang manfaat bagi siswa yang mengikuti kegiatan Pramuka. Ya, dapat menciptakan manusia Indonesia yang bermanfaat, cerdas dan bertakwa.
Melalui ikut Pramuka, siswa dapat mengenal tentang seni, tradisi dan nilai budaya.
Selain itu, dengan ikut Pramuka juga dapat mengetahui bagaimana penanggulangan penyakit, pengetahuan tentang gizi, serta perilaku hidup bersih dan sehat.
Yang tak kalah penting, anggota Pramuka dapat memperkuat mental, kemandirian dan kedisiplinan. Dengan ikut Pramuka, siswa juga dapat melatih public speaking, dan bagaimana berani tampil di depan banyak orang.
Melalui Pramuka juga menumbuhkan semangat pantang menyerah, kejujuran atau integritas, rela berkorban dan kepedulian terhadap sesama. Pun juga mempunyai sifat perilaku dan akhlak yang baik.
Di negara lain, misalkan di Jepang, kegiatan Pramukanya sangat maju. Mengutip laman hetifah.id, disebutkan hasil studi banding Panja Pramuka DPR ke Jepang pada 2010, bahwa pemerintah di Jepang sangat peduli terhadap kegiatan Pramuka.
Hal ini, karena setiap tahun pemerintahnya menggelontorkan dana untuk Pramuka di Jepang senilai 50 juta yen atau setara Rp5 miliar. Artinya, pemerintah di Negeri Matahari Terbit itu sangat mendukung kegiatan Pramuka.
Jadi, bukan sebaliknya di Indonesia malah siswa tidak diwajibkan untuk ikut ekstrakurikuler Pramuka. Keputusan tersebut kurang tepat, justru harusnya melakukan evaluasi bagaimana penerapannya agar tepat. (*)